Selasa, 01 Oktober 2019

MAKALAH ISLAM PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM
“ISLAM PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN”


Disusun Oleh:


- Afrian Arry Nagoro


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
      JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
2019



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


Tangerang Selatan, 17 September 2019


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw pada tahun 632 M di Madinah, munculah pengganti Nabi yang diberi gelar Khalifah artinya secara harfiah adalah orang yang mengikuti, pengganti. Khalifah tersebut terdiri dari Abu Bakar (632-634M), Umar bin Khattab (634-644M), Utsman bin Affan (644-656M), dan Ali ibn Abi Thalib (656-661M). Mereka merupakan para sahabat Nabi, yang semuanya dekat hubungannya dengan beliau, baik melalui darah ataupun melalui perkawinan. Abu Bakar lah yang menancapkan otoritas Madinah ke seluruh pelosok Jazirah Arabia setelah suku-suku Badui membatalkan Bai’at (sumpah setia) pribadi mereka kepada Muhammad (Peperangan Ridda). Di bawah umar yang perkasa, energi pemberani orang-orang Arab gurun diarahkan untuk menaklukan wilayah-wilayah Byzantium.
Utsman adalah menantu Nabi, Ia dipilih menjadi Khalifah setelah terbunuhnya Umar oleh dewan kecil yang beranggotakan sejumlah tokoh kaum muslim. Pemerintahan Utsman berakhir karena adanya pemberontakan oleh kelompok-kelompok yang merasa tidak puas yang mengakibatkan kematiannya sendiri pada tahun 656M. Kemudian digantilah Ali. Ali merupakan saudara sepupu, saudara angkat, dan menantunya. Periode empat Khalifah pertama dipandang sebagai zaman emas, suatu zaman ketika kebajikan-kebajikan Islam yang murni berkembang pesat, dan karena itulah zaman Khalifah diberi gelar bimbingan di jalan lurus. Meskipun hanya berlangsung 30 tahun, masa Khalifah Khulafaur­Rasyidin adalah masa yang penting dalam sejarah Islam. Khulafaur­Rasyidin berhasil menyelamatkan Islam, mengkonsolidasi dan meletakkan dasar bagi keagungan umat Islam.

B.     Rumusan Masalah
Dalam penulisan Makalah ini ada beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      Jelaskan Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin!
2.      Bagaimana Tipe Kepemimpinan Khalifah?
3.      Bagaimana Kontribusi Khalifah dalam Peradaban  Islam ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa KhulafaurRasyidin
Menurut  bahasa,  Khalifah  merupakan  mashdar  dari  fi’il  madhi khalafa, yang  berarti  :  menggantikan  atau  menempati  tempatnya.  Menurut  istilah  adalah gelar  yang  diberikan  untuk  pemimpin  umat  Islam  setelah  wafatnya  Nabi  Muhammad SAW  (570–632M). Kata  "Khalifah"  sendiri  dapat  diterjemahkan  sebagai  "Pengganti"  atau "Perwakilan". Dalam  Al-Qur'an,  manusia  secara  umum  merupakan  khalifah  Allah  di muka  bumi  untuk  merawat  dan  memberdayakan  bumi  beserta  isinya.  Sedangkan  khalifah secara  khusus  maksudnya  adalah  pengganti  Nabi  Muhammad  saw sebagai  Imam umatnya,  dan  secara  kondisional  juga  menggantikannya  sebagai  penguasa  sebuah  identitas  kedaulatan  Islam  (Negara).  Sebagaimana  diketahui  bahwa  Muhammad saw selain  sebagai  Nabi  dan  Rasul  juga  sebagai  Imam,  Penguasa,    Panglima  Perang,  dan  lain sebagainya.[1]
Khulafaur  Rasyidin  merupakan  pemimpin  umat  Islam  dari  kalangan  sahabat  pasca Nabi  wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih  langsung  oleh  para  sahabat melalui  mekanisme  yang  demokratis.  Siapa  yang  terpilih,  maka  sahabat  yang  lain memberikan  bai’at  (sumpah  setia)   pada  calon  yang  terpilih  tersebut.  Ada  dua  cara  dalam  pemilihan  khalifah  ini, yaitu : pertama,  secara  musyawarah  oleh  para  sahabat  Nabi.  Kedua, berdasarkan atas penunjukan  khalifah  sebelumnya.

1.      Abu Bakar Ash-Shidiq (632-634 M)
Abu Bakar nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tammi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama (orang yang paling awal) masuk Islam. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai pristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.[2] Abu Bakar adalah salah seorang dari para pemimpin Quraisy dan anggota majelis permusyawaratan. Abu Bakar terkenal dalam setiap keadaan sebagai seorang ksatriadan berpendirian teguh dalam melangkah.[3]
Periode Abu Bakar sangat singkat (632-634 M), hanya dua tahun lebih ia mampu mengamankan Negara baru Islam dari perpecahan dan kehancuran, baik di kalangan sahabat mengenai persoalan penggant Nabi maupun tekanan-tekan dari luar dan dalam. Sperti ekspedisi keluar negeri dengan mengirim kembali Usamah bin Zaid ke Syam, menghadapi para pembangkang terhadap negara dengan tidak mau membayar zakat, dan penumpasan nabi-nabi palsu. Khalifah membagi negerinya dengan 12 wilayah dengan 12 bataliyon juga yang masing-masing dikepalai oleh jenderal. Pengiriman tentara secara serentak untuk menghadapi para pembangkang di daerah-daerah Jazirah Arab.[4]
Wafatnya Nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang arab yang lemah imannya justru menyatakan murtad yaitu keluar dari islam. Mereka melepaskan kesetiaan dengan menolak memberikan baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian Nabi.Mereka melakukan gerakan Riddah, yaitu gerakan pengingkaran terhadap Islam. Riddah berarti murtad, beralih agama dari islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan terhadap lembaga khalifah. Sikap mereka adalah perbuatanmaker melawan agama dan pemerintah sekaligus. Oleh karena itu khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka.
Sesudah memulihkan ketertiban didalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasandengan wilayah Persia dan Bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu. Tentara islam dibawah pimpinan Musanna dan Khalid Bin Walid, sedangkan ke Syiria suatu Negara Arab yang dikuasai Romawi timur (Bizantium) Abu bakar mengutus 4 orang panglima yaitu Abu Ubaidah, Yazid Bin Abi Sufyan, Amr bin ash dan Surahbil. Kemudian umat Islam meraih beberapa kemenangan tersebut.[5]
Pada saat pertempuran di Ajnadain negeri Syam berlangsung, khalifah Abu Bakar menderita sakit. sebelum wafat, beliau telah berwasiat kepada para sahabatnya, bahwa khalifah pengganti setelah dirinya adalah Umar bin Khattab. Hal ini dilakukan guna menghindari perpecahan diantara kaum muslimin. Beberapa saat setelah Abu Bakar wafat, para sahabat langsung mengadakan musyawarah untuk menentukan khalifah selanjutnya. Telah disepakati dengan bulat oleh umat Islam bahwa Umar bin Khattab yang menjabat sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar.
Piagam penetapan itu ditulis sendiri oleh Abu Bakar sebelum wafat. Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (632 – 634 M), khalifah Abu Bakar wafat pada tanggal 21 Jumadil Akhir tahun 13 H / 22 Agustus 634 Masehi.[6]

2.      Umar Bin Khattab (13-23 H/ 634-644 M)
Umar bin Khattab nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisi dari suku Adi, salah satu suku terpandang mulia. Umar dilahirkan di Mekah empat tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia adalah seorang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”. Itulah sebabnya pada saat-saat awal penyiaran Islam, Rasulullah SAW bedoa kepada Allah, ”Allahumma Aizzul Islam bi Umaraini” artinya: ”Ya Allah, kuatkanlah Agama Islam dengan salah satu dari dua Umar” yang dimaksud dua Umar oleh Rasulullah SAW adalah Umar bin Khattab dan Amru bin Hisyam (nama asli Abu Jahal).
Di jaman pemerintahan Umar pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahaan yang handal untuk melayani tuntunan masyarakat baru yang terus perkembang. Umar mendirikan beberapa dewan yaitu : membangun Baitul Mal, Mencetak Mata Uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat para hakim dan menyelenggarakan “Hisbah”. Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna. Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara. Kekuasaan bagi Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu  sehingga tidak ada perbedaan antara pengusa dan rakyat, dan mereka setiap waktu dapat dihubungi oleh rakyat.Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari.[7]

3.      Khalifah Utsman Bin Affan (644-656 M)
Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan. Nama lengkapnya ialah Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umyyah dari suku Quraisy. Ia memeluk Islam karena ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammmad SAW. Ia mendapat julukan zun nurain, artinya yang memiliki dua cahaya, karena menikahi dua putri Nabi Muhammmad SAW secara berurutan setelah yang satu meninggal. Ia meriwayatkan hadist kurang lebih 150 Hadist. Seperti halnya Umar, Utsman diangkat menjadi khalifah melalui proses pemilihan. Yaitu melewati badan Syura yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.Masa pemerintahannya adalah yang terpanjang dari semua khalifah di zaman para Khalifah Rasyidah, yaitu 12 tahun, tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasannya menjadi saat yang baik dan sukses baginya.
Pada masa-masa awal pemerintahannya, Utsman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam perlusan wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah sterategis yang sudah dikuasai Islam seperti Mesir dan Irak. Karya monumental Utsman yang dipersembahkan kepada umat Islam ialah penyusunan kitab suci Al-Qur’an. Penyusunan Al-Qur’an, yaitu Zaid bin Tsabit, sedangkan yang mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an antara lain Adalah dari Hafsah, salah seorang Istri Nabi SAW. Kemudian dewan itu membuatbeberapa salinan naskah Al-Qur’an untuk dikirimkan ke berbagai wilayah kegubernuran sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.
Di awal kekhalifahannya, umur Utsman r.a. relatif tua. Akan tetapi, di saat umur khalifah melebihi 70 tahun, beliau masih sanggup memberangkatkan pasukan perang. Bentuk manajemen yang ditetapkan dalam pemerintahaan Umar r.a. tercermin dalam pengumpulan mushaf Al-Qur’an menjadi satu di kenal dengan Mushaf Utsmani. Pada masa kekhalifahan Utsman r.a. terdapat indikasi praktik nepotisme. Hal ini yang membuat sekelompok sahabat mencela kepemimpinan Utsman r.a. karena telah memilih keluarga kerabat sebagai pejabat pemerintahaan.
Pemerintahan Utsman berlangsung selama 12 tahun. Pada paruh trakhir masa kekhalifahannya, muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Pada tahun 35H/656M, Usman di bunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang kecewa itu. Mereka mengepung rumah khalifah, dan membunuhnya ketika sedang membaca Al-Qur’an. Menurut Lewis, pusat oposisi sebenarnya adalah di Madinah sendiri. Di sini Thalhah, Zubair, dan ‘Amr membuat perlawanan rahasia melawan khalifah, dengan memanfaatkan para pemberontak yang datang ke Madinah untuk melampiaskan rasa dendamnya yang meluap-luap itu.[8]Pembunuhan usman merupakan malapetaka besar yang menimpa ummat Islam. Dikalangan ummat Islam yang diturunkan melalui Muhammad yang berbahasa Arab (sehingga perwujudan islam pada masa awalnya bercorak Arab) dengan alam pemikiran yang dipengaruhi kebudayaan Helinesia dan persi.

4.      Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Ali bin Abi Thalib memerintah dari tahun 656-661 M. Sejak kecil ia dididik dan diasuh oleh Nabi Muhammad Saw. Ali sering kali ditunjuk oleh Nabi menggantikan beliau menyelesaikan masalah-masalah penting. Semasa pemerintahanny Ali tidak banyak dapat berbuat untuk mengembangkan hukum Islam, karena keadaan Negara tidak stabil.
Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai khalifah bukan karena hasil keputusan musyawarah umat Islam, tapi ia diangkat oleh para pemberontak. Ia adalah orang yang keras dan disiplin, hampir seperti Umar bin Khattab. Begitu menjadi khalifah para gubernur yang diangkat oleh Utsman diganti dan tanah-tanah yang dibagikan diambil kembali. Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya. Ia dibai’at ditengah-tengah kematian Utsman, pertentangan dan kekacauan dan kebingungan umat Islam Madinah. Sebab kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibai’at menjadi khalifah.
Dalam pidatonya Khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat islam:
1.      Tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
2.      Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada negara dan sesama manusia.
3.      Saling memelihara kehormatan di antara sesama muslim dan umat lain.
4.      Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum, dan
5.      Taat dan patuh kepada pemerintah
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah alasan mereka Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah  dalam pertempuran itu menunggang unta, Akhirya Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.[9]
Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman. Namun, Amir Ali menyatakan ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.

B.     Tipe Kepemimpinan Khalifah
1.      Tipe Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (632-634M)
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan harga dirinya. la seorang yang kaya, mempunyai pengaruh yang besar, dan memiliki akhlak mulia Abu Bakar adalah ahli hukum yang tinggi mutunya. Dalam masalah pengambilan keputusan, Abu Bakar mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw., yakni ia sendirilah yang memutuskan hukum di antara umat Islam di Madinah. Sedangkan para gebernurnya memutuskan hukum di antara manusia di daerah masing-masing di luar Madinah. Adapun sumber hukum pada Abu Bakar adalah Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad pengkajian dan musyawarah dengan para sahabat.[10] Dijelaskan dalam buku Abdul Wahab Najjar yang di kutip oleh Alaiddin Koto bahwa pada masa pemerintahan Abu Bakar ada tiga kekuatan, pertama Quawwat Al-Syari’ah (Legislatif). Kedua, Quawwat Al-Qadhaiyyah (Yudikatif di dalamnya termasuk peradilan) dan ketiga, Quawwat Al-Tanfiziyya (Eksekutif).[11] Adapun, langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam istinbath Al-Ahkam pada kepemimipinanya yakni sebagai berikut:
a)      Mencari ketentuan hukum dalam Al-Qur’an. Apabila ada, ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam Al-Qur’an.
b)      Apabila tidak menemukanya dalam Al-Qur’an, ia mencari ketentuan hukum dalam Sunnah, bila ada ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam Sunnah.
c)      Apabila tidak menemukanya dalam Sunnah, ia bertanya kepada sahabat lain apakah Rasulullah Saw. telah memutuskan persoalan yang sama pada zamanya. Jika ada yang tahu, ia menyelesaikannya berdasarkan keterangan dari yang menjawab setelah memenuhi beberapa syarat.
d)     Jika tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia mengumpulkan para pembesar sahabat dan bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Jika ada kesepakatan diantara mereka, ia menjadikan kesepakatan itu sebagai keputusan.[12]

2.      Tipe  Kepemimpinan  Khalifah Umar  bin  Khattab (634-644 M)
Umar bin Khattab merupakan salah satu sosok pemimpin yang tegas, jujur dan adil dalam Islam. Dalam mengambil keputusan hukum khalifah Umar bin Khattab sama dengan Abu Bakar. Sebelum mengumpulkan sahabat untuk bermusyawarah, ia bertanya kepada sahabat lain: “Apakah kalian mengetahui bahwa Abu Bakar telah memutuskan kasus yang sama?” Jika pernah, ia mengikuti keputusan itu. Jika tidak ada,ia mengumpulkan sahabat dan bermusyawarah untuk menyelesaikannya. Sebagaimana yang dikutip dari (Umar Sulaiman Al-Asyqar, 1991:75) kemudian dikutip lagi oleh Alaidin Koto dijelaskan salh satu wasiat Umar ra. Kepada seorang qadhi (hakim) pada zamanya, yaitu syuraih. Wasiat tersebut adalah :
a)      Berpeganglah kepada Al-Qur’an dalam menyelesaikan kasus
b)      Apabila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, hendaklah engkau berpegang kepada Sunnah.
c)      Apabila tidak didapatkan ketentuannya dalam sunnah, berijtihadlah.[13]

3.      Tipe Kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M)
Sifat-sifat kepemimpinan Utsman diantaranya, Menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Teguh pendirian, dermawan, lemah lembut dan sopan santun, bahkan terhadap lawannya bertanggung jawab, bersikap adil, berani mengambil keputusan. Pandai memilih bawahannya yang kompeten. Aspiratif terhadap pendapat rakyatnya.
Kepemimpinan pada masa Utsman sama seperti kemimpinan di masa dua sahabat sesudahnya. Utsman mengutus petugas-petugas sebagai pengambilan pajak dan penjaga batas-batas wilayah untuk menyeru Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan terhadap masyarakat yang bukan Muslim (ahli dzimamah) berlaku kasih sayang  dan lemah lembut serta berlaku adil terhadap mereka. Ustman memberikan hukuman cambuk terhadap orang yang biasa minum arak, dan mengancam setiap orang yang berbuat bid’ah dikeluarkan dari kota Madinah, dengan demikian keadaan masyarakat selalu dalam kebenaran.

4.      Tipe Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Karakter kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, seperti yang diungkapkan Dhirar bin Dhamrah kepada Muawiyyah bin Abu Sufyan yakni Berpandangan jauh ke depan (visioner), Sangat kuat (fisik), Berbicara dengan sangat ringkas dan tepat, Menghukum dengan adil, Ilmu pengetahuan menyemburat dari seluruh sisinya (perbuatan dan perkataannya), Berbicara dengan penuh hikmah (bijaksana) dari segala segi, Menyepi dari dunia dan segala perhiasannya, Berteman dengan ibadah pada malam dan kegelapan, Banyak menangis karena takut kepada Allah, Banyak bertafakur setelah berusaha. Selalu menghitung-hitung kesalahan dirinya (muhasabah), Menyukai pakaian kasar, makanan orang fakir, Selalu mengawali ucapan salam apabila bertemu, Memenuhi panggilan apabila dipanggil, Bawahannya tidak takut berbicara, dan mendahulukan orang lain dalam berpendapat jika tersenyum, giginya terlihat seperti mutiara dan tersusun rapi, Menghormati ahli agama dan mencintai kaum fakir miskin, Di hadapannya orang-orang yang kuat tidak akan berani berbuat batil, Di hadapannya, orang-orang yang lemah tidak akan berputus asa dari keadilannya. Di tempat ibadah dia menangis seperti orang yang sedang bersedih.
Kepemimpinannya telah teruji. Ia berani menghadapi kaum musyrikin dalam perang Khandak yang berjumlah 24.000 prajurit. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Amru Bin Wudd hendak menikamnya. Namun, Ali berhasil membunuhnya. Tidak heran jika akhirnya ia mendapat sebutan sebagai orang yang tidak dapat dikalahkan oleh lawan. Belum lagi segudang kehebatan dan keberanian yang lainnya.
Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat sahabat Nabi Muhammad , mereka mempunyai karakter yang berbeda-beda.
1.        Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq, mempunyai karakter yang lemah lembut dan tegas. Dalam suasana yang kacau pemimpin yang berkarakter seperti Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq sangat diperlukan. Dengan kelembutannya, dapat menginsafkan orang-orang terbujuk berbuat makart. Sementara orang-orang yang bersikap merongrong dihadapi secara tegas oleh Abu Bakar Ash- Shidiq.
2.        Khalifah Umar bin Khattab, mempunyai karakter Cerdas, tegas dan mengutamakan kepentingan rakyat. Kecerdasannya Umar bin Khattab sangat diperlukan untuk membangun dasar-dasar kemasyarakatan yang islami.
3.        Khalifah Utsman bin Affan, Masa Utsman bin Affan situasi sudah aman. Kemakmuran sudah tercapai di segenap lapisan masyarakat. Dalam kondisi seperti itu, karakter pemimpin yang shaleh, penyantun dan sabar sangat diperlukan. Dengan karakter seperti  Khalifah Utsman bin Affan  kemakmuran rakyat tercapai, baik jasmani maupun rohani.
4.        Khalifah Ali bin Abi Thalib, Sebagai masa peralihan dari Khalifah Utsman bin Affan ke Khalifah Ali bin Abi Thalib , kekacauan kembali terjadi. Dalam kondisi negara seperti itu, karakter pemimpin yang tegas dan mengutamakan kebenaran sangat diperlukan. Khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai karakter yang tepat. Ketegasan Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam membela kebenaran mirip dengan Khalifah Umar bin Khattab.

C.    KONTRIBUSI KHALIFAH DALAM PERADABAN ISLAM
1.      Kontribusi Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Masa pemerintahanya sangatlah singkat. Namun dalam kontribusi membangun peradaban Islam cukuplah banyak. Diantaranya[14]:
a)      Pemberangkatan Pasukan Usamah bin Zaid sesuai dengan Pesan Rasulullah
Hal ini dilakukan Abu Bakar sebagai usaha untuk menampakan kepada semua pihak bahwa kekuatan Islam masih tetap kokoh dan sulit dilakukan baik secara material maupun spiritual. Pada akhirnya pasukan ini memetik kemenangan yang mengakibatkan banyak orang kokoh berpegang pada agama Islam.
b)      Perang Melawan orang-orang murtad
Setelah Rasulullah wafat, seluruh Jazirah Arab murtad dari agama Islam kecuali Makkah, Madinah, dan Thaif. Sebagian orang murtad ini kembali kepada kekufuran lamanya dan mengikuti orang-orang yang mengaku sebagai nabi, sebagian yang lain hanya tidak mau membayar zakat.
c)      Perang Yamamah (11 H/632 M)
Perang ini terjadi di Bani Hanifah, Yamamah. Ditempat itu ada seorang yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang nabi, dia adalah Musailamah Al-Kadzdzab. Terjadi sebuah pertempuran sangat sengit yang akhirnya dimenangkan oleh kaum muslim dan musailamah terbunuh. Akhirnya, penduduk di tempat itu bertobat dan kembali ke dalam pengakuan Islam. Pada perang ini sejumlah sahabat menemui mati syahid. Diantaranya adalah para penghafal Al-Qur’an. Inilah yang membuat Abu Bakar mengambil inisiatif untuk menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf.
d)     Penaklukan Islam
Penaklukan Islam yang dilakukan Abu Bakar yakni di wilayah timur (Persia) yang meliputi Irak, bagian barat Syam, dan bagian utara Jazirah Arab serta di wilayah barat (Romawi). Di wilayah timur (Persia) Abu Bakar mengangkat Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah sebagai panglima. Mereka mampu memenangkan peperangan dan membuka hirah serta beberapa kota di Irak.
e)      Permulaan Perang Yarmuk (13 H/634 M)
Perang Yarmuk terjadi di sebuah pinggiran sungai Yordania yang disebut Yarmuk. Pada saat perang sedang berkecamuk dengan sengitnya, datang kabar bahwa khalifah Abu Bakar meninggal dunia dan Umar menjadi penggantinya. Khalid diturunkan dari posisinya sebagai panglima dan segera diganti oleh Abu Ubaidah ibnul-Jarrah.
f)       Penghimpunan Al-Qur’an
Satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang dan dari hafalan kaum muslimin. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa penghafalan Al-Qur’an pada perang yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Qur’an. Sejak itulah Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf.

2.      Kontribusi Khalifah Umar ibn Khattab
a)      Umar turut aktif menyiarkan agama Islam. Ia melanjutkan usaha Abu Bakar meluaskan daerah Islam sampai ke Palestina, syiria, Irak, dan Persia di sebelah Utara serta ke Mesir di Barat Daya.
b)      Menetapkan tahun Islam yang terkenal dengan tahun Hijriah berdasarkan peredaran bulan (qamariyah), dibandingkan dengan tahun Masehi (miladiyah) yang didasarkan pada peredaran matahari.
c)      Sikap toleransinya terhadap pemeluk agama lain. Hal ini terbukti ketika beliau hendak mendirikan masjid Jerussalem (Palestina). Beliau minta izin kepada pemuka agama lain di sana, padahal beliau adalah pemimpin dunia waktu itu.[15]

3.      Kontribusi Khalifah Ustman ibn Affan
Meskipun masa pemerintahan usman diwarnai dengan tuduhan-tuduhan yang cukup banyak, namun dalam masa pemerintahannya, beliau banyak memberikan kontribusi untuk peradaban Islam.  Di dalam buku Syed Mahmudunnasir terjemahan Adang affandi yang dikutip oleh Fitri Oviyanti dijelaskan kontribusi khalifah usman yaitu:[16]
a)      Memperluas wilayah Islam
b)      Membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota.
c)      Khalifah yang pertama kali memperluas masjid Nabawi sebagai respon terhadap keinginan rasulullah saat masjid itu sudah semakin terasa sempit.
d)     Penghimpunan Al-Qur’an dalam satu mushaf.
e)      Terjadi perbedaan cara membaca (Qiraat) di beberapa Negara Islam. Maka, Ustman menyatukanya dalam satu mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf yang lain. Rasm Utsmani merupakan bacaan kaum muslimin hingga masa kini.


4.      Kontribusi KhalifahAli bin Abi Thalib
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali Ra terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kepemimpinan dari para sahabat rasul ini disebut periode khulafa’ al- rasyidun (para pengganti yang mendapatkan bimbingan kejalan yang lurus). Empat khalifah tersebut adalah:
1.      Abu Bakar As-Shidiq (632-634 M)
2.      Umar bin khattab (634-644 M)
3.      Utsman bin Affan             (644-656 M)
4.      Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
Dari keempat Khulafaur Rasyidin tersebut berbeda –beda dalam pengangkatan padaa masa kekhalifahannya . pengangkatan Ali bin Abi Thalib berbeda dengan khalifah sebelumnya.Abu Bakar diangkat melalui musyawarah terbuka di Tsaqifah bani Saidah,Umar bin Khattab melalui penunjuan pendahulnya,,sedangkanUsman bin  Affan melalui Majlis al-Syura. Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah dalam suasana yang kacau dan tidak banyak melibatkan sahabat senior.
Sistem pemerintahankehidupan politik pada masa Khulafaur Rasyidin sudah sangat  baik. Karena khalifah dari masa jabatan ke masa jabatan memiliki karakteristik dan tetap berpegang teguh kepada al-Quran  dan sunah Rasul serta tetap menjalankan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan. Walaupun masih adanya pemberontakan-pemberontakan pada masanya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban islam. Yogyakarta: Bagaskara, 2011.
Ahmad Al-Usiry, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbar Media, 2010.
Ahmad Jamil,  Sejarah   Kebudayaan Dinamika Islam. Gresik:Putra  Kembar  Jaya,2011.
Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindopersada, 2008.
Fitri Oviyanti, Metodologi Studi Islam, Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2007.
Hasan Ibrahim  Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta : Kalam Mulia, 2009.
Jaih Mubarok, Sejarah dan perkembangan Hukum Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
K.Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2003.
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Samir Aliyah, alih bahasa Asmuni Solihan Zamakhasyari, Sistem Pemerintahan, peradilan dan Adat dalam Islam. Jakarta: Khalifah,2004.
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH, 2010.



[1]Ahmad Jamil,  Sejarah   Kebudayaan Dinamika Islam. (Gresik:Putra  Kembar  Jaya,2011),  hal 2
[2]Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: AMZAH, 2010 ).hlm.93                                                                         

[3]Hasan Ibrahim  Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Jakarta : Kalam Mulia, 2009) hlm.399
[4]Abdul Karim.Sejarah Pemikiran dan Peradaban islam.(Yogyakarta: Bagaskara, 2011). Hlm.79

[5]Samsul Munir Amin,Op.Cit,hlm.97
[6]K.Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2003)hlm.133
[7]Samsul Munir Amin,Loc.Cit,hlm.97
[8]Drs. Samsul Munir Amin, Loc.Cit. hal. 104-108
[9]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindopersada, 2008), hal. 39-40
[10]Samir Aliyah,alih bahasa Asmuni Solihan Zamakhasyari, Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam ( Jakarta: Khalifah,2004),hal.302
[11]Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 60

[12]Jaih Mubarok, Sejarah dan perkembangan Hukum Islam ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003) cet. III, hal. 37
[13]Alaiddin Koto, op. cit., hal. 64
[14]Ahmad Al-Usiry, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX (Jakarta: Akbar Media, 2010), hal  145-151
[15]Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 170
[16]Fitri Oviyanti, Metodologi Studi Islam, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2007), hal. 127-128

Tidak ada komentar:

Posting Komentar