Minggu, 01 September 2019

Makalah Sumber Ilmu dan Kebenaran Ilmiah

TUGAS MAKALAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
"Sumber Ilmu dan Kebenaran Ilmiah"
DISUSUN OLEH :

- Afrian Arry Nagoro

SEMESTER 3
JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Sumber Ilmu

Istilah Ilmu sendiri berasal dari Bahasa Arab 'alima' yang berarti “tahu”. Jadi Ilmu adalah semacam pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, dan syarat tertentu, yaitu: sistematik, rasional, empiris, umum, dan kumulatif (bersusun timbun). Dengan kata lain, ia merupakan pemahaman manusia yang disusun dalam suatu sistem mengenai kenyataan.[1]
Ilmu yang dimaksudkan di sini adalah pengetahuan yang telah di sistematiskan, yaitu susunan teratur mengenai suatu bidang tertentu yang jelas batas-batasannya mengenai sasaran, cara kerja, dan tujuannya. Pengetahuan sendiri belum tentu lengkap dan menyeluruh, ilmu baru dapat dikatakan ilmu jika telah menyeluruh. Maka dari itu yang dimaksud Ilmu adalah pengetahuan yang telah menyempurnakan diri berdasarkan kumpulan data yang lebih lengkap dan perbaikan cara kerja yang terus menerus. [2]
Muhammad Thalhah Hasan mengatakan, bahwa sumber ilmu pengetahuan itu adalah Allah, yang berbeda adalah proses dan cara Allah memberikan dan mengenalkan ilmu-ilmu tersebut kepada manusia dan makhluk-makhluknya. Ada diantara ilmu-ilmu tersebut diberikan melalui insting, panca indera, nalar (akal), adalagi yang melalui pengalaman dan penelitian, bahkan ada pula yang mendapatkannya melalui wahyu seperti yang di dapatkan para Nabi/Rasul. Tetapi sumber dari semua ilmu itu adalah Allah. Allah lah sumber segala ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu yang dikuasai manusia selama ini sangat terbatas dan sedikit sekali apa bila dibandingkan dengan ilmu Allah.
Sumber pengetahuan adalah tanda-tanda yang ada di dalam alam semesta, yang ada dalam diri manusia sendiri, dalam sejarah, atau dalam berbagai peristiwa sosial dan berbagai aspek bangsa dan masyarakat, dalam akal atau prinsip-prinsip yang sudah jelas dan di dalam hati. Sumber-sumber ilmu pengetahuan itu secara garis besar ada tiga, yaitu alam semesta (alam fisik), Alam akal (nalar) dan Hati (intuisi dan ilham).
·         Sumber-sumber ilmu dalam islam antara lain adalah :
a.      Alam Semesta (Alam Fisik)
          Tak diragukan bahwa indra-indra lahiriah manusia merupakan alat dan sumber pengetahuan, dan manusia mengenal objek-objek fisik dengan perantaraanya. Pengetahuan yang bersumber dari indra-indra lahiriah seperti hasil dari melihat,mendengar, meraba, mencium, dan merasa adalah suatu jenis pengenalan danpemahaman yang bersifat lahiriah, permukaan, dan tidak mendalam.

b.      Rasionslis (Akal)
Rasional adalah sebuah sumber yang menganggap bahwa ilmu lahir dari induk sebuah penalaran dan mendasarkan diri pada cara kerja deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Ide dalam kelompok ini dianggap bukan diciptakan manusia karena ide sudah ada sebelum manusia berusaha memikirkannya. Rene Descartes (1596-1650) di pandang sebagai bapak rasionalisme. Aliran rasionalisme menganggap bahwa sumber pengetahuan manusia yang dapat dipercaya adalah pikiran, rasio (akal), jiwa manusia.[3] Rasionalisme tidak mengingkari peran pengalaman tetapi pengalaman dianggap sebagai perangsang bagi akal atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal.
c.       Empiris
Empiris adalah sebuah sumber yang menganggap pengalaman yang sifatnya faktual. John Locke (1632-1704) menyatakan bahwa pada awalnya manusia tidak tahu apa-apa. Seperti kertas putih yang belum ternoda, pengalamannya mengisi harian jiwanya hingga menjadi pengetahuan yang cukup berarti. Jadi empiris adalah aliran yang menganggap bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap panca inderanya.[4]
d.      Intuisi 
            Intuisi adalah sumber ilmu yang mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tanpa melalui proses penalaran tertentu, dari intuisi secara tiba-tiba menemukan jawaban dari masalah yang dihadapi. Lebih jelasnya intuisi itu pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses pemikiran yang tertentu, contohnya : seseorang yang mempunyai masalah yang sedang memupukkan pemikiran nya terhadap penyelesaian masalah tersebut, tiba-tiba menjadi jalan penyelesaian tanpa perlu berfikir panjang seolah-olah kebenaran yang dicari datang sendiri.


            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “kebenaran”, artinya menunjukkan kepada keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya, sesuatu yang sungguh-sungguh adanya.[5] Dalam bahasa Inggris kata “kebenaran disebut “truth”. Dalam bahasa Arab kata “kebenaran” disebut “al-haq”.
            Selanjutnya, menurut salah seorang filsuf bernama Harold H. Titus, berpendapat bahwa “kebenaran” adalah kesetiaan putusan-putusan dan ide-ide kita pada fakta pengalaman atau pada alam sebagaimana apa adanya, akan tetapi sementara kita tidak senantiasa dapat membandingkan putusan kita itu dengan situasi aktual, maka ujilah putusan kita itu dengan putusan-putusan lain yang kita percaya sah dan benar, atau kita ujilah putusan-putusan itu dengan kegunaanya dan dengan akibat-akibat praktis.
            Selain itu, menurut seorang filsuf dan psikolog asal Amerika bernama George Thomas White Patrick berpandangan bahwa “kebenaran” itu merupakan kesetiaan kepada kenyataan. Namun, sementara dalam beberapa kasus kita tidak dapat membandingkan ide-ide dan putusan-putusan kita dengan kenyataan, maka yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah melihat jika ide-ide dan putusan-putusan itu konsisten dengan ide-ide dan putusan-putusan lain, maka kita dapat menerimanya sebagai benar.
            Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditemukan melalui proses penalaran atau logika penelitian ilmiah. Manusia sebagai makhluk yang diberikan akal tentunya akan mempunyai hasrat atau rasa ingin tahu yang dapat dijadikan modal berharga untuk melakukan perkembangan ilmu dan teknologi dengan pesat seperti saat ini. Dengan hasrat ingin tahu itu, manusia terus berusaha dengan indera dan kemampuan berpikirnya untuk mengenal dan memahami hal-hal dilingkungan sekitarnya.
            Sehingga, dengan adanya berbagai macam pandangan tentang pengertian dari kebenaran di atas, tidak berlebihan jika pada saatnya setiap subjektif yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Setelah sebelumnya membicarakan pengertian kebenaran dari beberapa ahli, maka dapat dikatakan bahwa kebenaran tidak telepas dari 3 (tiga) hal, yaitu:
1.      Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan.
Maksudnya ialah bahwa setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya pengetahuan itu dapat berupa:
a.       Pengetahuan biasa atau biasa disebut juga dengan common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, yaitu amat terikat pada subyek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini memiliki sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal atau tidak ada penyimpangan. Pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan sebagai common sense, dan sering diartikan sebagai good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima secara baik. Seperti air itu panas karena memang dipanasi dengan api, makanan bisa mengatasi rasa lapar, dan lainnya. Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari.
b.      Pengetahuan ilmiah, yakni pengetahuan yang diperoleh melalui penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenarannya. Ilmu pada hakikatnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan commons sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode-metode ilmiah.
c.       Pengetahuan filsafat, yakni diperoleh melalui pemikiran rasional yang didasarkan pada pemahaman, spekulasi, penilaiaan kritis dan penafsiran. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit, maka filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis.
d.      Pengetahuan Agama. Pengetahuan jenis ini memiliki sifat dogmatis, yakni pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah ditentukan, sehingga pernyataan-pernyataan dalam ayat-ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya itu. Pengetahuan jenis ini yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan, yang disering disebut dengan hubungan dengan Tuhan (secara vertikal) dan cara berhubungan dengan sesama manusia (secara horizontal). Pengetahuan agama yang paling penting adalah pengetahuan tentang Tuhan, selain itu tentang keyakinan (keimanan) dan implementasi dari keyakinan. Pengetahuan ini sifat kebenarannya adalah mutlak karena berasal dari firman Tuhan dan sabda Nabi.

2.      Kebenaran yang dikaitkan dengan sifat/karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuan itu.
Apakah ia membangunnya dengan cara penginderaan atau sense experience, rasio, intuisi atau keyakinan. Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan melalui alat tertentu akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan itu, akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya, artinya jika seseorang membangunnya melalui indera atau sense experience, maka pada saat itu ia membuktikan kebenaran pengetahuan itu harus melalui indera pula. Demikian juga dengan cara yang lain, seseorang tidak dapat membuktikan kandungan kebenaran yang dibangun oleh cara intuitif, kemudian dibuktikannya dengan cara lain yaitu cara inderawi misalnya.
3.      Kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan itu.
Artinya bagaimana relasi antara subjek dan objek, manakah yang lebih dominan untuk membangun pengetahuan itu. Jika subjek yang lebih berperan, maka jenis pengetahuan itu mengandung nilai kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya nilai kebenaran dari pengetahuan yang dikandungannya itu amat tergantung pada subjek yang memiliki pengetahuan itu. Atau, jika objek amat berperan, maka sifatnya objektif, seperti pengetahuan tentang alam atau ilmu-ilmu alam
Teori-teori kebenaran
Berbagai cara telah ditempuh oleh para pemikir untuk sampai pada rumusan tentang kebenaran yang dipaparkan sebelum ini. Cara-cara yang telah ditempuh tersebut kini telah muncul dalam berbagai bentuk teori tentang kebenaran, yang oleh Kattsoff disebut “ukuran kebenaran”. Teori-teori tersebut diantaranya:
1.      Teori Korespondensi (Correspondence Theory of Truth)
            Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional. Kesimpulan dari teori korespondensi adalah adanya dua realitas yang berada dihadapan manusia, pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antra pernyataan tentan sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Misal, Semarang ibu kota Jawa Tengah. Pernyataan ini disebut benar apabila pada kenyataannya Semarang memang ibukota propinsi Jawa Tengah. Kebenarannya terletak pada pernyataan dan kenyataan. Signifikansi teori ini terutama apabila diaplikasikan pada dunia sains dengan tujuan dapat mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang. Seorang ilmuan akan selalu berusaha meneliti kebenaran yang melekat pada sesuatu secara sungguh-sungguh, sehingga apa yang dilihatnya itu benar-benar nyata terjadi. Sebagai contoh, gunung dapat berjalan. Untuk membuktikan kebenaran pernyataan ini harus diteliti dengan keilmuan yang lain yaitu ilmu tentang gunung (geologi), ternyata gunung mempunyai kaki (lempeng bumi) yang bisa bergerak sehingga menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Dengan demikian sebuah pertanyaan tidak hanya diyakini kebenarannya, tetapi harus diragukan dahulu untuk diteliti, sehingga mendapatkan suatu kebenaran hakiki.
2.      Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth)
            Teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Teori ini berpendapat bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Dengan demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Misal, Semua manusia membutuhkan air, saya adalah seorang manusia, Jadi, saya membutuhkan air. Suatu proposisi itu cenderung benar jika proposisi itu coherent (saling berhubungan) dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika arti yang dikandung oleh proposisi coherent dengan pengalaman kita. Karenanya, teori ini lebih sering disebut dengan istilah subjektivisme. Pemegang teori ini, atau kaum idealism berpegang, kebenaran itu tergantung pada orang yang menentukan sendiri kebenaran pengetahuannya tanpa memandang keadaan real peristiwa-peristiwa. Manusia adalah ukuran segala-galanya, dengan cara demikianlah interpretasi tentang kebenaran telah dirumuskan kaum idealisme. Kalau ditimbang dan dibandingkan dengan teori korespondensi, teori koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan teori pertama tadi. Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya.
3.      Teori Pragmatisme (The pramagtic theory of truth.)
            Pramagtisme berasal dari bahawa Yunan pragmai, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat. Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Pragmatism merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika serikat akhir abad ke-19, yang menekankan pentingnya akal budi (rasio) sebagai sarana pemecahan masalah (problem solving) dalam kehidupan manusia baik masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Misal teori pragmatisme dalam dunia pendidikan, di UIN Syarif Hiyatullah Jakarta, prinsip kepraktisan (practicality) dalam memperoleh pekerjaan telah mempengaruhi jumlah mahasiswa baru pada masing-masing Jurusan. Tarbiyah menjadi favorit, karena menurut masyarakat lulus dari Jurusan Tarbiyah bisa menjadi guru dan mendapatkan sertifikasi guru. Menimbang teori pragmatisme dengan teori-teori kebenaran sebelumya, pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi bukan berarti teori ini merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori. kriteria pragmatism juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya.
4.      Teori Performatif
            Teori ini berasal dari John Langshaw Austin (1911-1960)36 dan dianut oleh filsuf lain seperti Frank Ramsey, dan Peter Strawson. Filsuf-filsuf ini mau menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu (deskriptif). Proposisi yang benar berarti proposisi itu menyatakan sesuatu yang memang dianggap benar. Demikian sebaliknya. Namun justru inilah yang ingin ditolak oleh para filsuf ini.37 Teori performatif menjelaskan, suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi justru dengan pernyataan itu tercipta realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini disebut juga “tindak bahasa” mengaitkan kebenaran satu tindakan yang dihubungkan dengan satu pernyataan. Misalnya, “Dengan ini saya mengangkat anda sebagai manager perusahaan. Dengan pernyataan itu tercipta sebuah realitas baru yaitu anda sebagai manager perusahaan, tentunya setelah surat keputusannya turun. Di sini ada perbuatan yang dilakukan bersamaan dengan pengucapan kata-kata itu. Dengan pernyataan itu suatu penampilan atau perbuatan (performance) dilakukan. Teori ini dapat diimplementasikan secara positif, tetapi di pihak lain dapat pula negatif. Secara positif, dengan pernyataan tertentu, orang berusaha mewujudkan apa yang dinyatakannya. Misal, “Saya bersumpah akan menjadi dosen yang baik”. Tetapi secara negatif, orang dapat pula terlena dengan pernyataan atau ungkapannya seakan pernyataan tersebut sama dengan realitas begitu saja. Misalnya, “Saya doakan setelah lulus S1 kamu menjadi orang yang sukses”, ungkapan ini bagi sebagian orang adalah doa padahal bisa saja sebagai basa-basi ucapan belaka. Atau, “saya bersumpah, saya berjanji menjadi karyawan yang setia pada pimpinan”, seakan-akan dengan janji itu ia setia pada pimpinan. Bisa jadi kita semua terjebak dengan pernyataan seperti itu seolah-olah dengan dengan pernyataan-pernyatan itu tercipta realitas seperti yang dinyatakan. Padahal apa yang dinyatakan, belum dengan sendirinya menjadi realitas.
5.      Agama sebagai Teori Kebenaran
            Pada hakekatnya, manusia hidup di dunia ini adalah sebagai makhluk yang suka mencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia; baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Dalam mendapatkan kebenaran menurut teori agama adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan. Manusia dalam mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan cara mempertanyakan atau mencari jawaban berbagai masalah kepada kitab Suci. Dengan demikian, sesuatu hal dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
·         Deskripsi Perkembangan Sumber Ilmu dan Kebenaran Ilmiah
a)      Akal
Kata akal berasal dari bahasa arab "al-aqlu" yang menjadi bahasa indonesia yang berarti mengerti atau paham. Akal adalah suatu alat spiritual atau rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan antara benar dan salah dan kemampuan untuk menganalisis sesuatu pengalaman yang luas dan sangat tergantung dan tingkat pendidikan, formal atau informal, pemilik manusia.
Akal adalah salah satu dari tiga perangkat yang ada dalam diri manusia untuk memperoleh pengetahuan yang akhirnya dapat menciptakan cabang ilmu tertentu. akal itu abstrak dan tidak berbentuk tetapi dapat dirasakan keberadaannya di dalam diri manusia.[6] Bagi kaum rasionalis akalah sumber ilmu pengetahuan yang sebenarnya, dan kedua unsur lainnya  pembantu saja. Akal digolongkan menjadi sumber ilmu pengetahuan karena :
a. Dalam pemikiran, Akal menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah mengambil sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang general.
b. Mengetahui konsep-konsep yang general. Mengatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep yang general melalui tiga tahapan, yaitu  persentuhan indra dengan materi, perekaman ke dalam benak, dan penyimpulan.
c. Pengelompokkan Wujud. Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan segala yang ada di alam realita ke beberapa kelompok, misalnya realita-realita yang dikelompokkan ke dalam substansi, apakah benda itu bersifat cair atau keras, dan lain sebagainya.Pemilahan dan Penguraian.
d. Akal dapat menggabungan dan dapat menyusun. Akal juga dapat memilah dan menguraikan.
e. Kreativitas. Dalam hal ini, akal dapat bersifat membangun dan mengeluarkan pendapat atau pemikiran dalam mengefisiankan sesuatu.
Perlu diketahui bahwa dasar ilmu merupakan suatu pengetahuan yang sistematis dan terorganisasi serta diperlukan adanya kegiatan berpikir ilmiah, sehingga fungsi akal sangat dominan dalam mengungkap kebenaran ilmiah di alam semesta ini. Akal menciptakan cabang ilmu untuk berfikir dengan lurus, tepat, teratur, dan mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan, akal juga memiliki teori sendiri untuk menjadi patokan sebuah kebenaran. Terdapat lima Saranaberpikirilmiah :
a. Bahasa
Bahasamerupakan media manusiauntukberkomunikasidengansesama.Ada duajenisbahasa yang seringdigunakanmanusiauntukberkomunikasi, yaitu verbal dan non-verbal.Keduajenisbahasainitentusajamemilikikelebihandankekurangannyamasing-masing.Bahasa verbal mempunyaikelebihanbahwa media komunikasiinilebihinteraktif, dapatberkomunikasisecarabersamaan, dapatlangsungmemberitanggapan, sertalebihcepatdanlebihbanyak ide yang tersampaikan.
b.  Logika
Logikamerupakansalahsatubentukilmupengetahuan yang terfokuskepadaberpikir.Kata logis yang dipergunakantersebutbisajugadiartikandenganmasukakal (Rapar, 1985).Secaraumumlogikadibedakanmenjadi 2 macam, yaitulogikaalamiah :adalahkinerjaakalbudimanusia yang berpikirsecaratepatdanlurussebelumdipengaruhiolehkeinginan-keinginandankecenderungan yang subyektif. Dan logikailmiah yang digunakanuntukmemperhalus, mempertajamakalpikiran, sertaakalbudi.Denganadanyalogikailmiahinilahakalbudidapatbekerjadenganlebihtepat, lebihteliti, lebihmudahdanlebihaman (Lanur, 1983).
c.    Matematika
Matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika.
d.  Statistika
Statistikaadalahilmu yang mempelajaribagaimanamerencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, danmempresentasikan data.
e. Kebenaran
Ilmu dapat berkembang apabila ada kegiatan berpikir ilmiah, sebab dengan berpikir ilmiah inilah hampir semua fakta, hipotesis, premis, dan argumen semuanya akan diuji dan diteliti secara ilmiah untuk kemudian diambil suatu kesimpulan yang juga harus teruji kebenarannya. Jadi, kebenarandisiniadalahsuatuhasildari proses penelitian.
b)     Wahyu
Dalam paham dan keyakinan umat Islam Al-Qur’an mengandung sabda Tuhan yang diwahyukan Kepada Nabi Muhammad. Wahyu dalam arti bahasa mempunyai arti isyarat yang cepat, menurut terminologi wahyu berarti petunjuk yang di sampaikan kepada Rasul.[7]
            Selain mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan, dan kitab. Kata’Wahyu” lebih dikenal dalam arti”apa yang disampaikan Tuhan kepada para nabi”. Dengan demikian terkandung arti penyampaian sabda Tuhan kepada orang pilihan-Nya agar diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup.
Didalam Al-Qur’an, surah 42 (Al-Syura) ayat 51 dan 52 mengatakan bahwa wahyu ada tiga macam, yaitu:
1.      Wahyu dalam bentuk pertama, yaitu pengertian atau pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan seseorang yang timbul dalam dirinya, timbul dengan tiba-tiba sebagai suatu cahaya yang menerangi jiwanya.
2.      Wahyu bentuk kedua, yaitu pengalaman dan penglihatan didalam keadaan tidur atau keadaan mimpi.
3.      Wahyu bentuk ketiga, yiatu yang diberikan melalui utusan, atau malaikat Jibril dan wahyu serupa ini disampaikan dalam bentuk kata-kata.
            Dengan demikian bahwa wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah wahyu dalam bentuk ketiga.[8] Adapun yang diwahyukan dalam Islam bukanlah hanya ini, tetapi juga teks Arab dari ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an. Dengan kata lain yang diakui wahyu dalam Islam adalah teks Arab Al-Qur’an yang diterima Nabi Muhammad SAW dari malaikat Jibril.[9]

c)      Penelitian Ilmiah
            Penelitian imiah adalah suatu kegiatan dalam mengkaji suatu maasalah dalam menyelesaikan masalah atau persoalan dibahas secara sistematis dan objektif. Penelitian ilmiah berpedman kepada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ilmmiah di tujukan untuk menyempurnakan atau menambah teori sebelumnya.
- Langkah-langka penelitian ilmiah
·      1.  Mengidentifikasi masalah
·         2.Meakukan studi pendahuluan
·         3.Mengidentiikasi variabel
·         4.Menentukan instrumen instrumen peneitian
       5. Menentuan subjek
·           6.Meaksanakan peneitian
·           7.Melakukan analisis data
·          8.Merumuskan hasil penellitian
·          9.Menyusun laporan
- Ciri-ciri penelitian ilmiah
·         1.Fokus pada tujuan
·         2Memiliki dasar teori
·         3.Pengujian hiptosis jelas
·         4.Pengujian dapat dilakukan secara berulang-ulang
·         5 Peneitian berdasarkan fakta
·         6Ruang lingkup luas
·         7Mendekati realitas
·         8Kesederhanaan dalam pemaparan masalah
Karakteristik penelitian ilmiah
·         Sistematis
Penelitian ilmiah harus disusun secara berurutan sesuai dengan langkah-langkah yang ada dari yang termudah hingga tersulit.
·         Logis
Penelitian dapat diartikan oleh akal. Prosedur penalaran yang menggunakan cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari kasus individual dan menari kesimpulan dari pernyataan bersifat umum.
·         Empiris
Suatu penelitain biasanya didasarkan pada pengaaman sehari-hari dan kemudian diangkat sebagai hasil penelitian.
Landasan penelitian empiris, yaitu:
a.       Selalu memiliki persamaan dan perbedaan
b.      Selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu
c.       Tidak bisa secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya
·         Obyektif
Suatu penelitian menjahui aspek-aspek subyektif yaitu tidak mencampurkkan dengan nilai-nilai etis.
·         Repllikatif
Suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali olehhh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama dengan metode, kriteria, dan kondisi sesuai dengan saat penelitian.
            Al-Qur'an dan Sains bukan merupakan kajian yang baru, bahkan bukan sebagai persoalan, karena sudah sejak lama terjadi. Isu ini menjadi menarik ketika dilihat dalam kerangka ilmu, dimana isu Al-Qur'an dan sains dalam suatu kajian, aktifitas ilmiah, metodologi ilmiah, hingga produk-produk karya ilmiah sejalan dan masuk dalam kajian hubungan sains dan agama. [10]
            Ahli sejarah dan ahli filsafat sains mengakui bahwa gejala yang dipilih untuk dikaji oleh ilmuwan sebenarnya ditentukan oleh pandangan terhadap realitas atau kebenaran yang telah diterima oleh ilmuwan tersebut. Dalam hal ini, yang menjadi tumpuan perhatian sains adalah alam materi. Di sinilah terdapat salah satu perbedaan antara ajaran Al-Quran dengan sains. Al-Quran menyatakan bahwa objek ilmu meliputi batas-batas alam materi (physical world), karena itu dapat dipahami mengapa Al-Quran menganjurkan untuk mengadakan observasi dan eksperimen , juga menganjurkan untuk menggunakan akal dan intuisi. Karena, menurut Al-Quran, ada realitas lain yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera, sehingga tidak dapat dilakukan observasi atau eksperimen.
            Ketika berbicara tentang kandungan Al-Quran, Kitab Suci ini menganjurkan untuk mengamati alam raya, melakukan eksperimen dan menggunakan akal untuk memahami fenomenanya. Dengan demikian kita dapat menyatakan bahwa Al-Quran membenarkan bahkan mewajibkan usaha-usaha pengembangan ilmu dan teknologi, selama hal tersebut membawa manfaat untuk manusia serta memberikan kemudahan bagi mereka.
            Al-Qur’an mengarah pada pemikiran sehat dan penalaran yang benar kepada ayat-ayat Allah dalam penciptaan seluruh alam semesta dan makhluk-makhluk yang ada di muka bumi ini sebagai sarana beriman kepada-Nya, seperti yang terdapat di dalam Q.S. Ali Imran: 191.[11]
            Al-Qur’an yang menghimbau umat islam untuk memikirkan diri sendiri seperti ia memikirkan alam raya ini, seperti yang terdapat di dalam Q.S. ar-Rum: 8. Al-Qur’an juga mengajari orang yang membangkang dan orang yang percaya dengan satu pelajaran, yakni berpikir yang tidak memerlukan kepada semua pelajaran lain, seperti yang terdapat di dalam Q.S. Saba’: 46, Q.S. al-Baqarah: 219, Q.S.al-Hasyar: 21, dan Q.S. al-Mujadalah: 11.[12]
            Jadi, Al-Qur’an tidak berlawanan atau bertentangan dengan ilmu, terutama ilmu alam/ sains dengan pengertian yang sejalan dengan ajaran akidah. Kelebihan Islam yang terbesar adalah bahwa ia membuka bagi umat Islam pintu-pintu ilmu pengetahuan seraya menghimbau mereka untuk masuk mencari dan mengembangkan ilmu itu. Bukanlah kelebihannya dalam membuat mereka malas mencari ilmu dan melarang mereka memperluas penelitian dan penalaran karena semata-mata mereka menyangka bahwa mereka telah memiliki semua jenis ilmu. Umat Islam dihimbau oleh Al-Qur’an untuk maju dalam kehidupan dengan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kedudukannya sebagai khalifah Allah di bumi ini.
[1] Ahmad Supadie, Didiek, Pengantar Studi Islam, 2012, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hal-229
[2]Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, 2008, Depok : Komunitas Bambu, hal2.
[3]H.Endang Syaifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, 1979, Surabaya : PT Bina Ilmu, hal 97.
[4]Ibid hal 97.
[5]Aplikasi KBBI V 0.2.1 (Jakarta, Badan Pengembang dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud, 2016)
[6]Tafsir, Ahmad, Macam-macam Pengetahuan Manusia.
[7]Prof.Drs.H.A.Sadali. Dasar-Dasar Agama Islam. Hlm 170.
[8]Harun Nasution. Islam ditinjau dari berbagaiaspeknyaJilid I. Hlm.18.
[9]Prof.Dr.H. Ris’anRusli, M.Ag. Teologi Islam. Hlm 168.
[10]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran.
[11]M. Musa, Yusuf, Al-Qur’an dan Filsafat. Hal-68
[12]Ibid. Hal 69-70

Tidak ada komentar:

Posting Komentar