Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious).Topografi atau peta kesadaran ini dipakai untuk mendiskripsi unsur cermati (awareness)dalan setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur kesadaran itu. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego, dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi atau tujuannya.
a) Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja Bari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan dan ingatan) yang masuk kekesadaran (consciousness). Isi kesadaran itu hanya bertahan dalam waktu yang singkat di daerah conscious, dan segera tertekan kedaerah perconscious atau unconscious, begitu orang memindah perhatiannya ke weyang lain.
b) Prasadar (Preconscious)
Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan clanunconscious. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar. Materi taksadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.
c) Tak Sadar (Unconscious)
Tak sadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah taksadar.
Freud berpendapat bahwa dalam perkembangan manusia terdapat dua hal pokok yaitu: (1) bahwa tahun-tahun awal kehidupan memegang peranan penting bagi pembentukan kepribadian; dan (2) bahwa perkembangan manusia meliputi tahap-tahap psikoseksual:
a) Tahap oral ( sejak lahir hingga 1 tahun )
Tahap oral ini berlangsung pada saat bayi sama sekali tergantung pada ibunya untuk memdapatkan makanan, pada saat dibuai, dirawat dan dilindungi dari perasaan yang tidak menyenangkan, maka timbul perasaan-perasaan tergantung pada masa ini. Frued berpendapat bahwa simtom ketergantungan yang paling ekstrem adalah keinginan kembali ke dalam rahim.
b) Tahap anal ( usia 1-3 tahun )
Pada umur dua tahun anak mendapatkan pengalaman pertama yang menentukan tentang pengaturan atas suatu impuls instingtual oleh pihak luar. Pembiasaan akan kebersihan ini dapat mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap pembentukan sifat-sifat dan nilai-nilai khusus. Sifat-sifat kepribadian lain yang tak terbilang jumlahnya konon sumber akarnya terbentuk dalam tahap anal.
c) Tahap phalik ( usia 3-5 tahun)
Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi pusat dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya organ-organ genetikal. Freud mengasumsikan bahwa setiap orang secara inheren adalah biseksual, setiap jenis tertarik pada anggota sejenis maupun pada anggota lawan jenis. Asumsi tentang biseksualitas ini disokong oleh penelitian terhadap kelenjar-kelenjar endokrin yang secara agak konklusif menunjukkan bahwa baik hormon seks perempuan terdapat pada masing-masing jenis. Timbul dan berkembangnya kompleks Oedipus dan kompleks kastrasi merupakan peristiwa-peristiwa pokok selama masa phalik dan meninggalkan serangkaian bekas dalam kepribadian.
d) Tahap laten ( usia 5 – awal pubertas)
Masa ini adlah periode tertahannya dorongan-dorongan seks agresif. Selama masa ini anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi ( seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan lainya). Tahapan latensi ini antara usia 6-12 tahun (masa sekolah dasar).
e) Tahap genital/kelamin ( masa remaja)
Selama masa adolesen, sebagian dari cinta diri atau narsisisme ini disalurkan ke pilihan-pilihan objek yang sebenarnya. Kateksis-kateksis pada tahap-tahap oral, anal, dan phalik lebur dan di sistensiskan dengan impuls-impuls genital. Fungsi biologis pokok dari tahap genital tujuan ini dengan memberikan stabilitas dan keamanan sampai batas tertentu.
Selamat datang di website saya berbagi ilmu itu indah jangan lupa izin terlebih dahulu di komentar jika ingin copas artikel saya, sekian terima kasih 🌐🙏😊😉 By: Afrian Arry Nagoro 🙏
Selasa, 22 Oktober 2019
Sabtu, 19 Oktober 2019
Ruang Lingkup Psikologi Kepribadian Islam
Psikologi kepribadian merupakan ilmu yang mempelajari upaya sistematis di dalam mengungkapkan serta menjelaskan pola-pola teratur yang berada di dalam pikiran, perilaku, dan perasaan nyata dari manusia yang dapat mempengaruhi kehidupannya. Tujuan dari adanya upaya ini adalah untuk menciptakan 3 konsep sederhana di dalam ilmu psikologi dengan mengungkap karateristik, jenis-jenis kepribadian dan alasan perilaku manusia di dalam teori psikologi perkembangan
Psikologi kepribadian merupakan bidang studi psikologi yang mana mempelajari mengenai tingkah laku manusia di dalam menyesuaikan dirinya sendiri kepada lingkungan tempat tinggalnya. Pskologi kepribadian memiliki interaksi dengan psikologi perkembangan dan sosial. Hal tersebut dikarenakan kepribadian dalam diri seseorang akan mengalami perkembangan yang mana dimulai dari psikologi perkembangan anak dinihingga perkembangnnya tersebut dipengaruhi hubungan sosialnya dengan lingkungan sekitarnya.
Teori psikologi perkembangan merupakan bidang psikologi yang mempelajari mengenai perkembangan manusia serta faktor-faktor yang membentuk tingkah laku dari manusia tersebut. Dari manusia tersebut lahir hingga tua nantinya. Bidang psikologi perkembangan tersebut memiliki kaitan yang erat dengan ilmu psikologi sosial. Hal ini dikaitkan dengan tingkah laku dari manusia tersebut. Dalam ilmu psikologi sosial, terbagi menjadi 3 ruang lingkup di dalamnya, antara lain adalah:
Psikologi kepribadian merupakan bidang studi psikologi yang mana mempelajari mengenai tingkah laku manusia di dalam menyesuaikan dirinya sendiri kepada lingkungan tempat tinggalnya. Pskologi kepribadian memiliki interaksi dengan psikologi perkembangan dan sosial. Hal tersebut dikarenakan kepribadian dalam diri seseorang akan mengalami perkembangan yang mana dimulai dari psikologi perkembangan anak dinihingga perkembangnnya tersebut dipengaruhi hubungan sosialnya dengan lingkungan sekitarnya.
Teori psikologi perkembangan merupakan bidang psikologi yang mempelajari mengenai perkembangan manusia serta faktor-faktor yang membentuk tingkah laku dari manusia tersebut. Dari manusia tersebut lahir hingga tua nantinya. Bidang psikologi perkembangan tersebut memiliki kaitan yang erat dengan ilmu psikologi sosial. Hal ini dikaitkan dengan tingkah laku dari manusia tersebut. Dalam ilmu psikologi sosial, terbagi menjadi 3 ruang lingkup di dalamnya, antara lain adalah:
- Di dalam ilmu psikologi sosial, mempelajari mengenai studi pengaruh sosial pada proses dari setiap individu. Semisal persepsi, motivasi, dan sifat.
- Di dalam ilmu psikologi sosial, mempelajari mengenai proses individual bersama, semisal studi bahasa, konduite meniru, sikap sosial.
- Mempelajari mengenai hubungan yang terjadi dalam kelompok, semisal kepemimpinan, komunikasi, kerja sama, dan persaingan.
Psikologi kepribadian akan sangat erat kaitannya dengan ilmu psikologi kejiwaan. Kepribadian ini merupakan cerminan dari jiwa seseorang. Kepribadian lah yang nantinya dibawa oleh individu ke dalam ruang lingkup sosialnya. Seseorang dapat mengenal kepribadian di dalam dirinya dengan cara beradaptasi dengan orang lainnya. Dari sanalah orang lain bisa menilai seperti orang lain di sekitarnya.
Konsep Psikologi Kepribadian
Secara sederhana, konsep psikologi kepribadian dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini:
1, Karakteristik Manusia
Psikologi kepribadian mengungkapkan karakteristik manusia dengan cara melakukan pencatatan mengenai karakter manusia serta mencari tahu tentang hubungan antara karakter satu dengan yang lainnya. Pemahaman mengenai perbedaan karakter-karakter pada manusia ini lah yang merupakan hasil dari penelitian yang mana memetakan tentang perbedaan karakter didalam diri manusia satu dengan yang lainnya.
2. Penentu Kepribadian
Psikologi kepribadian akan mencari tahu lebih lanjut mengenai penentu kepribadian manusia. Kajian di dalamnya adalah dengan cara melihat dari latar belakang keluarga, pendidikan, sosial, agama, dan hal lainnya. Kepribadian manusia akan sangat tergantung dari kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya. Meskipun terkadang faktor bawaan dari lahir tidak dapat dihilangkan namun kemudian kepribadian tersebut akan dikembangkan sesuai dengan kondisi dari lingkungan tempat tinggalnya.
3. Alasan Perilaku Manusia
Psikologi kepribadian merupakan sebagia darn kajian ilmu psikologi khusus yang mana batasan dari kajiannya memang difokuskan pada individu. Sehingga konsep mengenai perilaku akan mengkaji dari alasan-alasan yang memicu perilaku dari manusia tersebut. Perilaku tersebut bisa saja unik dan berbeda ataupun memiliki kesamaan perilaku dengan manusia lainnya.
Ketiga konsep kepribadian diatas ditujukan untuk mengungkap hal-hal yang mana menjadi penyebab seseorang manusia dapa bertingkah, berpikir, serta merasakan sesuatu. Melalui konsep tersebut nantinya manusia dapat mampu menjawa pertanyaan mengenai siapa dirinya, apa yang diinginkannya, serta apa yang harus dilakukannya. Bahkan lebih jauh lagi, seorang manusia memiliki kemampuan dalam memberikan penilaian mengenai manusia laiinya melalui cara berbicara, , bertindak, serta cara berpikirnya.
Teori Psikologi Kepribadian
Berikut ini adalah beberapa teori yang menyangkut psikologi kepribadian, antara lain:
1. Tahapan Pengembangan Kognitif
Teori Jean Piaget ini menjelaskan mengenai perkembangan kognitif. Hal ini memang paling sering dikutip dalam ilmu psikologi, meskipun sudha menjadi subjek kritik yang cukup. Banyak asepk teori yang tidak teruji dengan waktu, namun inti dari teori tersebut tetap menjadi yang penting saat ini. Mempelajari teori ini akan membuat anda memahami mengenai terobosan dan kontribusi penting yang digunakan dalam pengembangan kepribadian.
2. Tahapan Pembangunan Psikoseksual
Tak hanya menjadi yang terbaik dalam pengembangan kepribadian, Sigmund Freud juga menjadi yang paling kontroversial dalam psikologi kepribadian. Tahapan teori ini terkenal akan teori perkembangan psikoseksual. Freud menjelaskan jika kepribadian berkembang bertahap berkaitan dengan zona zona erotis tertenty. Kegagalan dalam menyelesaikan tahapan ini akan menyebabkan masalah dalam kepribadian seseorang di masa yang akan datang.
3. Struktural Model Kepribadian
Konsepan ini mengenai id, ego, superego yang memang sudah populer dalam ilmu psikologi kepribadian. Meskipun kurang dukungan serta skeptisismen yang besar dari kebanyakan peneliti. Menurut Freud, ada 3 unsur mengenai kepribadian yaitu id, ego, superego yang mana bekerja sama dalam menciptakan perilaku manusia kompleks.
4. Tahapan Pembangunan Psikososial
Teori psikososial erikson ini menjelaskan mengenai 8 tahapan mengenai perkembangan manusia. Erikson lebih memfokuskan dalam menjelaskan mengenai pentingnya hubungan sosial di dalam pengembangan kepribadian.
5. Tahapan Pembangunan Moral
Teori ini memiliki fokus pada pertumbuhan pemikiran moral. Bangunan dalam proses 2 tahap yang diusulkan Piaget sebelumnya kemudian diperluas oleh Kohlberg dengan meliputi 6 tahapan yang berbeda. Namun teori ini telah banyak dikitrik dikarenakan adanya alasan-alasan yang berbeda, termasuk kmungkinan jika Kohlberg tidak mengakomodasi pad ajenis kelamin berbeda serta budaya yang sama.
Nah itu tadi penjelasan mengenai psikologi kepribadian dan ruang lingkup di dalamnya. Dengan adanya ilmu psikologi kepribadian, tentu saja akan mempermudah orang untuk bisa mempelajari karakteristik dirinya sendiri maupun orang lain di dalamnya.
Temperamen
temperament adalah disposisi reaksi seseorang.[3] Ia
jga konstitusi psikis atau akunya psikis
yang erat kaitannya dengan konstitusi pisik yang di bawah semenjak lahir,
sehingga heriditas sifatnya. Misalnya tempramen sanguinikus yang mempuai
sifat dominan darah, sehingga menimbulkan sifat gembira, suka berubah.
Temprament flekmatikus yang mempunyai sifat dominan lendir sehingga
menimbulkan sifat tenang, tidak suka bergerak. Tempramen kholerikus yang
mempunyai sifat dominan empedu kuning sehingga mempunyai sifat lekas marah dan
mudah tersinggung. Dan tempramen melankholikus yang mempunyai sifat
dominan empedu hitam sehingga menimbulkan sifat psimistik dan suka bersedih
hati.
Ruang Lingkp pembahasan psikologi kepriadian islam
Psikologi kepribadian sebagai bagian
dari teori kepribadanmemiliki dimensi-dimensikhusus yang merupakan ruang
lingkup pembahasannya. Sebelum membahas dimensi-dimensi psikologi kepribadian, terlebih
dahulu dikemkakan dimensi-dimensi teori kepribadian, guna mengetahui
perbandingan-perbandingan yang diinginkan. Pervin (1980) menyatakan bahwa
suatua teori kepribadian dianggap sempurna apabila memiliki 5 dimensi pokok,
yaitu:
1. 1. Struktur
kepribadan.
2. 2. Proses
dan motivasi kepribadian.
3. 3. Pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian
4. 4. Psikopatologi
5. 5. Dan
psikoterapi
Ruang lingkup teori kepribadian di
atas sebenernya belum mencerminkan kesempurnaan suatu teori kepribadian. Hal
itu di sebabkan masih adanya dimensi lain belum terungkap. Dimensi lain yang
belum terungkap adalahh “kesehatan mental” konstruksi teori psikopatologi.
Teori kesehatan mental beranjak dari asumsi dan konsep manusia sehat,sadar dan
tangggung jawab atas perbuatanynya, dan objek kajiannya di fokuskan pada sosok manusia
yang tidak di kondisikan dalam suatu laboratorium. Sedangkan psikopatologi
beranjak dari asumsi dan konsep manusia sakit, lumpuh, dan kerdil serta objek
kajiannya difokuskan pada sosok manusia yang di kondisikan pada sebuah
labotorium. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila teori kepribadian dewasa
ini hanya memiliki teori manusia sakit dan tidak memiliki manusia sehat.
Berdasarkan kerangka ini maka dimensi kesehatan mental harus disendirikan
sebagai bagian dari dimensi teori kepribadian.
Dimensi lain yang
akhir-akhir ini yang sering dimasalahkan adalah dimensi nilai-nilai tertentu yg
menjadi acuan hidup kepribadian individu, atau lebih simplenya disebut dengan
dimensi “agama”, sebab agama merupakan kristalisasi nilai yg abadi dan suci.
Kerangka dasar memasukan dimensi ini adalah setiap individu tidak luput dari
terikatan dengan nilai-nilai tertentu. Nilaii disinih boleh jadi berupa nilai
spiritual agama (ilahiyah) ataupun nilai-nilai kemanusiaan (insamiyah). Atau
dalam terminologi from disebut dengan agama autoriti dan agama humaniti. Apabila
sosok individu tidak luput dari nilai-nilai tersebut lalu mengapa teori
kepribadian berusaha melepaskanya? Bukankah hal itu akan menjadikan
pendangkalan teorinya?
Ide seperti ini bukanlah bermaksud
merubah atau menyalahin pembakuan makna kepribadian sebenarnya. Makna
kepribadian tetap di bedakan dengan makna karakter. Kepribadian merupakan
karakter dievaluasi, sedangkan karakter merupakan kepribadian yang dievaluasi.
Jadi maksud dari memasukkan dimensi ini adalah penggambaran nila-nilai yang di
anut oleh individu. Penggambaran ini meliputi ketegorisasi nilai, penentuan
standar nilai, penentuan nilai mana yang lebih dominan mempengaruhi dan
memotivasi kepribadian, dan bila memungkinkan melakukan penilaian terhadap
kepribadian tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut maka
dimensi-dimensi teori kepribadian yang sempurna adalah mencangkup 7 macam,
yaitu:
1.
Struktur
kepribadan.
2.
Proses
dan motivasi kepribadian.
3.
Pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian
4.
Kesehatan
dan mental
5.
Psikopatologi
6.
Dan
psikoterapi
7.
Nilai-nilai
yang mempribadikan dalam kepribadian individu. Ketujuh dimensi di atas
berkemabang menjadi beberapa cabang psikologi. Masing-masing cabang yang
dimaksud berkependudukan sebagai bagian
dari teori kepribadian dan bukan bagian dari psikologi.
Struktur kepribadian dan proses
serta motivasi kepribadian di kembangkan oleh psikologi umum dan psikologi
kepribadian: pertumbuhan dan perkembangan dikembangkan dalam psikologi
perkembangan,kesehatan mental, psikopatologi, dan psikoterapi di kembangkan
dalam ilmu kesehatan mental; dan tentang nilai mempengaruhi kepribadian
individu dikembangkan oleh psikologi agama. Oleh sebab itu sangat tepat apabila
karya ini memfokuskan penelitianya pada psikologi kepribadian, sebab pembahasan
struktur kepribadian (dalam teori kepribadian) merupakan wewenang dari
psikologi kepribadian.
Versi lain kartini kartono
menjelaskan bahwa sistem kepribadian memiliki 5 unsur pokok yaitu Vitalitas,Tempramen,Karakter,Bakat
dan,Sifat-sifat laten[1]. Vitalitas
(vitality) adalah sifat kehidupan atau sifat untuk sangggup bertahan hidup;
tenaga energi; kekuatan untuk bertahan dan daya tahan.[2] Iya
merupakan daya pendorong dari kehidupan, baik yang bersifat jasmani maupun
rohani. Vitalitas ini merupakan daya hidup atau daya rentan hidup. Vitalitas
pisik sangat tergantung dengan konstitusi pisik, seperti susunan sel, fungsi
kelenjar,alat pencernaan,susunan syarat sentral, dan sebagiannya yang dapat
ditampilkan dengan tanda-tanda fisiologis pembawaan dan karakteristik yang kurang lebih konstan sifatnya. Sedangkan
vitalitas psikis merupakan daya hidup yang bersifat psikis yang belum terarah
secara intensionil dan merupakan tenaga pendorong dari keseluruhan kegiatan
psikis manusia.
Selasa, 01 Oktober 2019
MAKALAH KOGNISI SOSIAL
KOGNISI SOSIAL
TugasIniDisusunUntukMemenuhiSyarat
Salah Satu Mata KuliahPsikologiSosial
DisusunOleh :
- Afrian Arry Nagoro
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
2019
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa selalu dihaturkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan
kebenaran di dunia maupun di akhirat kepada umat manusia.
Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepadaIbu Erna
Multahada, S.HI., S.Psi., M.Si selaku dosen pengampu mata
kuliah Psikologi Sosial yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini, serta berbagai pihak dan sumber yang telah membantu.
Kami sangat menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat,
maupun isi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami selaku penyusun
makalah menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga
makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat
bagi orang banyak.
Wassalammualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Ciputat,
Oktoberr 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………….…………………………….……
KATA PENGANTAR
……...……….……...……..………………………………………………1
DAFTAR ISI ………………………………...…………………………...…………………….. ..2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
……………………….………………..……..………………...…………3
1.2 Rumusan Masalah
…………………………………….…..…………………...………….3
1.3 Tujuan Makalah…………………………………………………….……………………..3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 . Pengertian Kognisi…………………...…………………………………………………....4
2.2.Skema…..….…………………..………………………………………………….…..........2.2.1 Pengertian
Skema……………………………………………………………………5
2.2.2 Jenis-jenis Skema……………………………………………………………………5
2.2.3 Pengaruh Skema terhadap Kognisi Sosial…….……………………………………..6
2.2.4Efek Skema………………………………………………………………………….7
2.3 Heuristik dan Pemrosesan
Otomatis……………………………………………………...…
2.3.1 Pengertian Heuristik…………………………………………………………………7
2.3.2 Macam-macam Heuristik……………………………………………………………8
2.4 Kesalahan-kesalahan
dalam Kognisi Sosial.........................................................................8
2.5 Afek dan Kognisi
Sosial…………………………………………………………………….
2.5.1 Pengaruh Afek
pada Kognisi……………………………………………………….12
2.5.2 Efek
Suasana Hati terhadap Kognisi………………………………………………..12
2.5.3
Pengaruh Kogintif terhadap Afeksi………………………………………………...13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
………….…………………………...………………………………........15
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berpikir tentang orang lain dan dunia sosial secara umum merupakan salah
satu tugas besar di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Kita seringkali ingen
memahami orang lain dengan mengenali sifat-sifat utamanya, memahami motif-motif
besarnya, dan merasakan perasaannya. Pada saat yang sama, kita juga
memanfaatkan banyak waktu untuk memikirkan diri kita, mencoba menyelami watak
perasaan, sifat atau motif kita, dan membandingkan keadaan diri kita yang
sekarang dengan versi lain yang kita bayangkan. Kita terlibat oleh pemikiran
semacam itu karena banyak alasan. Kita memikirkan orang lain karena kita harus
mengambil beberapa keputusan tentang mereka, apakah kita harus menyukai atau
bahkan membenci mereka, apakah mereka dapat mengertajan tugas dengan baik atau
tidak, mereka mengatakan kebenaran atau kebohongan, apakah mereka cocok untuk
peran atau tugas tertentu atau tidak, dan apakah mereka memiliki karakter yang
baik atau bahkan buruk. Dan jawaban-jawaban yang membangkitkan kita untuk tau
lebih jauh tentang hal itu akan kita dapatkan dalam suatu bidang penting dalam
kajian psikologi sosial yang dikenal dengan istilah kognisi atau pikiran
sosial.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kognisi sosial?
2.
Apa yang dimaksud dengan skema, skema
sebagai organizer kognitif, jenis-jenisnya, pengaruh skema dalam kognisi
sosial, serta efek dari skema?
3.
Apa yang dimaksud dengan heuristic dan apa
saja macam-macamnya?
4.
Apa saja yang termasuk ke dalam
kesalahan-kesalahan dalam kognisi sosial?
5.
Bagaimana hubungan antara afek dan kognisi
sosial?
1.3
Tujuan Makalah
Tujuan makalah ini untuk mengetahui tentang pembahasan salah satu bab
dalam Psikologi Sosial, yakni Kognisi Sosial.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kognisi Sosial
Kognisi sosial adalah studi tentang bagaimana orang menarik kesimpulan
atau inferensi dari informasi sosial yang ada di lingkungan. Riset tentang
kognisi sosial membahas tentang bagaimana orang membuat penilaian sosial
tentang individu atau kelompok sosial lain tentang peran sosial, dan tentang
pengalaman mereka sendiri dalam setting sosial.[1]
Menurut Baron dan Byrne, kognisi sosial adalah tata cara kita dalam
menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang
dunia sosial. Adapun menurut Lackie,
kognisi sosial adalah berpikir tentang kenyataan sosial. Dan menurut Gerris
dkk, yang mengemukakan bahwa kognisi sosial berarti pengertian akan
tingkah laku orang lain.
Dalam
menganalisa peristiwa, terdapat tiga proses yaitu.
a.
Attention, proses pertama kali dimana individu
memperhatikan gejala-gejala sosial yang ada di sekelilingnya.
b.
Enconding, memasukkan apa yang diperhatikan ke dalam
memori dan menyimpannya.
c.
Retrieval, apabila kita menemukan gejala yang mirip,
kita akan mengeluarkan ingatan kita dan membandingkan, apabila ternyata sama
maka kita akan mengatakan sesuatu mengenai gejala tersebut atau mengeluarkannya
disaat akan menceritakan peristiwa yang dialami.
Kognisi sosial merupakan suatu wilayah teori dan penelitian dalam bidang
psikologi sosial yang memfokuskan pembahasannya pada mediasi kognitif fenomena
psikologi sosial. Dalam kaitannya dengan itu, kognisi sosial berupaya memahami
penilaian sosial dan perilaku sosial dengan meneliti gambaran dan proses mental
yang berlangsung. Maka, berdasarkan definisi tersebut, kognisi sosial memiliki
kaitan yang kuat dengan studi mengenai perhatian, persepsi, memori, dan wilayah
kajian terkait dalam bidang psikologi kognitif, psikologi perkembangan, dan
psikologi klinis.[2]
2.2
Skema
2.2.1 Pengertian Skema
Dalam kognisi sosial, dikeal istilah skema yang merupakan semacam
kerangka atau gambaran yang membantu individu dalam mengorganisasikan
informasi-informasi atau suatu fenomena yang diperhatikan individu. Skema
berisi pengetahuan tentang konsep atau stimulus, relasi antar berbagai
pengalaman tentang konsep itu, dan contoh-contoh spesifiknya (Fiske &
Taylor, 1991).[3]
Skema dibentuk oleh budaya dimana tempat kita tinggal, dan begitu terbentuk,
skema dapat berpengaruh pada beberapa aspek kognisi sosial sehingga juga akan
mempengaruhi perilaku sosial kita.
Skema dapat berupa skema tentang orang tertentu, peran sosial, atau diri
sendiri, sikap terhadap objek tertentu, stereotip tentang kelompok tertentu,
atau persepsi tentang kejadian umum. Skema dengan kejadian yang sangat umum
dinamakan script (Abelson, 1976). Script adalah urutan standar
dari suatu perilaku selama satu periode waktu tertentu. Contohnya, skema
restoran. Kita juga bisa membuatscript
yang sama untuk sederetan peristiwa, seperti memandikan bayi, mengikuti ujian
akhir, atau bahkan bermain basket. Esensi dari script adalah konteks
waktunya, aliran kausalnya (satu kejadian menimpulkan kejadian yang lain), dan
kesederhanaan dan koherensinya.
Skema dan script adalah penting karena orang mengandalkannya
untuk menginterpretasikan lingkungan .setiap kali kita berhadapan dengan
situasi baru, kita tidak coba memahaminya dari sudut pandang baru, tetapi kita
mengandalkan pengetahuan yang telah kita punya. Dalam hal ini, skema membantu kita
untuk memperoses informasi.
2.2.2 Jenis-jenis
Skema
a.
Self Schemas
Self Schemas, berisi informasi tentang karakteristik
yang dimiliki diri sendiri.Self schemasini menurut Nasby (1989)
berfungsi (a) mengorganisasikan ingatan-ingatan yang abstrak dan konkrit
tentang diri sendiri, (b) mengendalikan pemrosesan informasi yang relevan atau
berkaitan dengan diri.
b.
Person Schemas
Person Schemas, berisikan informasi tentang tipikal orang,
dan bermanfaat untuk mengkategorisasikan orang lain.
c.
Skema Peran (Role Schemas)
Skema Peran (Role Schemas),, yaitu
skema yang berisi konsep tentang norma-norma dan perilaku yang cocok atau
pantas bagi orang-orang tertentu dari berbagai kategori sosial atau
posisi/status (missal, ras, gender, usia, pekerjaan, dan sebagainya).
d.
Skema Kejadian atau Naskah (Event
Schemas or Scripts)
Skema Kejadian atau Naskah (Event
Schemas or Scripts), berisi tentang tipe urutan kejadian atau situasi
sosial (suatu pesta, pertandingan sepak bola, wawancara pekerjaan). Skema ini
akan membantu kita dalam mengingat dan memahami beberapa kejadian (Brigham,
1991).[4]
2.2.3Pengaruh
Skema terhadap Kognisi Sosial
Skema menimbulan efek yang kuat pada tiga proses dasar, yakni perhatian (attention),
pengkodean (encoding), dan mengingat kembali (retrieval).
a.
Perhatian (attention)
Perhatian proses yang pertama kali terjadi, dimana individu memperhatikan grjala-gejala sosial yang ada
di sekelilingnya. Skema berperan sebagai penyaring, informasi yang konsisten
dengan skema lebih diperhatikan lebih masuk ke kesadaran. Informasi yang tidak
cocok dengan skema kita cenderung diabaikan,
b.
Pengkodean (encoding)
Pengkodean adalah informasi yang dimasukkan ke dalam ingatan kita, bahwa
informasi yang menjadi fokus perhatian kita lebih mungkin untuk disimpan dalam
ingatan jangka panjang. Informasi yang sesuai dengan skema kita yang akan
dikodekan. Apabila terdapat informasi yang tidak sesuai dengan skema namun
dianggap penting, maka akan dikodekan dalam ingatan yang lokasinya terpisah
(dilebel unik).
c.
Mengingat kembali (retrieval)
Informasi yang paling konsisten adalah informasi yang konsisten dengan
skema kita. Orang cenderung mengingat informasi dan menggunakan informasi yang
konsisten dengan skema dibandingkan informasi yang tidak konsisten.
2.2.4 Efek Skema
a.
Skema memiliki efek bertahan (persevereanc
effect)
Skema memiliki efek bertahan (persevereanc
effect), yakni kecenderungan atas keyakinan dan skema untuk bertahan tidak
berubah meskipun dihadapkan pada informasi yang bertolak belakang. Misalnya,
stereotyping pada kelompok sosial tertentu. Contoh: orang-orang Sumatra keras
dan kasar, padahal tidak semua orang-orang Sumatra seperti itu, tetapi tetap
saja beranggapan demikian.
b.
Skema bisa memberi efek pemenuhan harapan
diri (self-fulfilling prophecy)
Skema bisa memberi efek pemenuhan harapan
diri (self-fulfilling prophecy),yakni bagaimana keyakinan membentuk
realita. Ramalan yang membuat ramalah itu sendiri benar-benar terjadi. Contoh:
penelitian Rosenthal dan Jacobson. Pada awalnya, guru diberitahu bahwa
murid-muridnya memiliki IQ yang tinggi dan akan berkembang pesat secara
akademik. Akhirnya guru memberi tugas-tugas yang lebih menantang, banyak
memberikan umpan balik, guru bertindak dengan cara yang menguntungkan siswa,
dan akhirnya siswa benar-benar menjadi seperti yang diharapkan.
2.3 Heuristik dan Pemrosesan
Otomatis
2.3.1 Pengertian Heuristik
Heuristik
adalah aturan sederhana dalam membuat keputusan atau menyusun kesimpulan
dalam waktu cepat dan tanpa usaha yang berarti. . Heuristik lebih pada sekedar
kemudahan berpikir subjektif di mana informasi yang relevanlah yang langsung
teringat.
2.3.2 Macam-macam Heuristik
Dalam dunia psikologi terdapat dua macam heuristic, yaitu:
a.
Ketersediaan (availability heuristic)
Kecenderungan
orang untuk mendasarkan penilaian mereka pada informasi yang sudah tersedia
untuk mereka. Hal ini berarti,
semakin mudah informasi ditangkap dan diingat, maka semakin besar pengaruhnya
bagi seseorang untuk mengambil keputusan.
Contoh : Banyak orang merasa lebih takut tewas kecelakaan pesawat daripada
kecelakaan di darat. Hal ini karena fakta bahwa kecelakaan pesawat jauh lebih
dramatis dan menyedot lebih banyak perhatian media. Akibatnya, kecelakaan
pesawat lebih mudah terpikir sehingga berpengaruh lebih kuat dalam penilaian
individu.
b.
Keterwakilan (representative heuristic)
Kecenderungan
orang yang menilai suatu kejadian dengan mencocokkannya pada kejadian yang
sebelumnya ada. Maka heuristic keterwakilan adalah sebuah strategi untuk membuat
penilaian berdasarkan pada sejauh mana stimuli atau peristiwa tersebut
mempunyai kemiripan dengan stimuli atau kategori yang lain. Dengan kata lain,
kita menilai berdasarkan: semakin mirip seseorang dengan ciri-ciri khas
orang-orang dari suatu kelompok, semakin mungkin ia merupakan bagian dari
kelompok tersebut.
Contoh :Jika melihat seseorang
berpenampilan rapi, menggunakan sorban, berbaju koko dan berbicara santun. Maka
kita akan berpikiran bahwa individu tersebut adalah guru ngaji/ustad.
2.4
Kesalahan-kesalahan dalam Kognisi Sosial
a.
Bias
Negativitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan informasi negative akan
menonjol dalam ingatan kita dan karenanya debandingkan dengan informasi yang
positif, satu informasi yang negative akan memberikan pengaruh yang lebih kuat.
Hal inilah yang disebut sebagai bias negativitas (negativity bias) yaitu hal
yang mengacu pada fakta bahwa kita menunjukkan sensitivitas yang lebih besar
pada informasi negatif daripada informasi positif (Kunda, 1999 dalam Baron
& Byrne, 2004:91). Sebagai contoh ketika sedang tertarik dengan seseorang,
maka Anda memperoleh informasi bahwa orang tersebut menyenangkan, baik, pintar,
ramah, sangat menarik secara fisik dan seterusnya. Namun ada satu
informasi negatif yaitu bahwa dia sangat pemilih dalam berteman. Maka
kemungkinan informasi inilah yang melekat dalam ingatan, membayangkan betapa
orang tersebut sombong, hanya mau berteman dengan orang kaya, dan lain-lainnya.
Mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini dapat dipahami dan perspektif evolusi
bahwa kita memiliki sensitivitas terhadap perubahan di lingkungan sekitar kita
yang dapat mengancam keselamatan atau kesejahteraan kita, sehingga kita
memberikan respons yang cepat terhadap hal ini. Misalnya kemampuan mengenali
ekspresi wajah orang lain, dimana kita cepat mendeteksi ekspresi wajah yang
negative (misalnya yang menunjukkan kemarahan dan permusuhan) daripada ekspresi
wajah yang positif (misalnya yang menunjukkan keramahan).
b.
Bias Optimistik (Optimistic Bias)
Bias optimistik adalah predisposisi kita untuk mengharapkan agar segala
sesuatu berjalan dengan baik (Baron&Byrne, 2004:93). Sebagai contohnya
kebanyakan orang percaya bahwa mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar
dari orang lain untuk mengalami peristiwa yang positif dan kemungkinan yang
lebih kecil untuk mengalami .peristiwa negatif. Misalnya kebanyakan orang
percaya bahwa mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar dari orang lain
untuk mendapatkan pekerjaan yang baik, memiliki keluarga yang bahagia, hidup
hingga usia tua dan seterusnya. Di sisi lain terdapat hal yang disebut sebagai
kesalahan perencanaan (planning fallacy) yaitu kecenderungan untuk membuat
prediksi optimistik berkaitan dengan berapa lama waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu tugas, kecenderungan kita untuk percaya bahwa kita dapat
melakukan lebih banyak hal atau pekerjaan, dalam satu periode waktu daripada
yang sebenarnya bisa kita lakukan. Misalnya kita seringkali merasa dapat
menyelesaikan tugas-tugas dan beberapa mata kuliah dalam waktu satu minggu,
sehingga kita menunda penyelesaian tugas ketika waktunya masih lebih dari seminggu.
Ternyata tugas-tugas tersebut tidak dapat selesai dalam waktu seminggu dan kita
tidak mengantisipasi kalau misalnya buku-buku untuk penyelesaian tugas tidak
bisa kita peroleh, komputer kita mengalami kerusakan, printer kita tidak
berfungsi, dan seterusnya. Akibatnya tugas tidak terselesaikan dan kita
memperoleh nilai yang kurang baik di mata kuliah tersebut.
c.
Pemikiran Konterfaktual (Counterfactual
Thinking)
Pemikiran tentang apa yang akan terjadi seandainya-dikenal dalam
psikologi sosial sebagai pemikiran konterfaktual (counterfactual thinking)-
muncul dalam berbagai situasi, tidak hanya pada situasi yang mengecewakan.
Pemikiran konterfaktual adalah kecenderungan untuk membayangkan hasil yang lain
daripada yang sesungguhnya terjadi dalam suatu situasi- berpikir tentang
"apa yang terjadi seandainya...". Misalnya kita sakit flu, padahal
seharusnya ada banyak tugas yang hams kita kerjakan, ada acara reuni dengan
teman, menonton sepakbola dengan teman-teman, dan seterusnya. Maka kita akan berpikir
"seandainya tidak sakit flu maka saya bisa menyelesaikan seluruh tugas,
menghadiri acara reuni yang menyenangkan dan menonton acara sepakbola yang sera
bersama teman-teman". Kemudian karena pengalaman ini kita menjadi lebih
menjaga kesehatan kita di kemudian hari dengan menjaga pola makan, beristirahat
yang cukup, dan lain-lain supaya tidak gampang sakit.
Berpikir dengan meninjau kembali bisa melibatkan bayangan mengenai
kemungkinan yang lebih baik (upward counterfactuals) atau kemungkinan yang
lebih buruk (downward counterfactuals). Misalnya kita mengalami kecelakaan
namun lukanya tidak terlalu parah meskipun mobil kita rusak berat. Maka kita
membayangkan seandainya kita tidak beruntung, mungkin saja luka kita lebih
parah atau terjadi hal terburuk lainnya.
d.
Pemikiran Magis (Magical Thinking)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai manusia kita cukup rentan
terhadap pemikiran magis (magical thinking). Pemikiran seperti itu menimbulkan
asumsi yang tidak berpegang pada rasionalitas namun terasa kuat pengaruhnya. Pemikiran
magis adalah berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak berdasarkan alasan
yang rasional, misalnya keyakinan bahwa sesuatu yang mirip satu sama lainnya
berasal dan sumber yang sama (Rozin & Nemeroff, 1990 dalam Baron &
Byrne, 2004:99-100). Salah satu prinsip dalam pemikiran magis adalah hukum
penularan (law of contagion) yang menyatakan bahwa ketika dua obyek
bersentuhan, masing-masing memberikan miliknya, dan pengaruh sentuhan tersebut
terasa jauh lebih lama walaupun prosesnya telah lama berakhir.
e.
Menekan Pikiran (Thought Suppression)
Pada waktu tertentu, setiap orang pemah mencoba untuk menekan pikiran
tertentu untuk mencegahnya masuk dalam kesadaran. Misalnya orang yang sedang
diet mungkin mencoba menghindari berbagai pikiran tentang makanan lezat, orang
yang sedang ingin berhenti merokok menghindari pikiran tentang kenikmatan
merokok, dan sebagainya. Hal ini disebut sebagai menekan pikiran (thought
suppression) yaitu usaha untuk mencegah pikiran tertentu memasuki alam
kesadaran. Menurut Daniel Wegner (dalam Baron & Byrne, 2004:100-102)
usaha-usaha untuk menyimpan pikiran tertentu di luar kesadaranmelibatkan dua
komponen. Pertama adanya sebuah proses pemantauan yang otomatis mencari
tanda-tanda adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang memaksa untuk muncul ke
alam kesadarannya. Ketika proses tersebut terdeteksi oleh proses pertama, maka
proses kedua yang menuntut lebih banyak usaha dan tidak seotomatis proses
pertama (lebih terkontrol), mulai bekerja. Secara umum orang menekan pikiran
guna mempengaruhi pikiran dan perilaku mereka sendiri. Contohnya, jika kita
tidak ingin merasa marah, yang terbaik adalah tidak berpikir tentang peristiwa
yang menyebabkan kita merasa marah kepada orang lain
2.5
Afek dan Kognisi Sosial
Bahwa perasaan
membentuk atau mempengaruhi fikiran dan fikiran akan membentuk perasaan. Begitu
pula dengan perasaan dan suasana hati, memiliki pengaruh yang kuat terhadap
beberapa aspek kognisi ataupun sebaliknya. Suasana hati saat ini dapat secara
kuat mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang pertama kali kita temui.
Contoh : ketika suasana hati sedang bergembira, dan berkenalan dengan orang
lain, penilaian kita terhadap orang tersebut akan lebih baik dibanding ketika
kita berkenalan dengan suasana hati yang sedang bersedih.
Kognisi juga
dapat mempengaruhi afeksi. Seperti yang dijelaskan dalam teori dua fator
(Schater : 1964) yang menjelaskan bahwa kita sering tidak mengetahui perasaan
atau sikap kita sendiri. Sehingga kita menyimpulkannya dari lingkungan. Dari
situasi dimana kita mengalami reaksi internal ini. Contoh: ketika kita
mengalami perasaan tertentu atas kehadiran seseorang yang menarik, kita
menyimpulkan bahwa kita sedang jatuh cinta. Selain itu, kognisi bisa
mempengaruhi emosi melalui aktivitas skema yang di dalamnya terdapat komponen
afektif yang kuat. Selain itu, fikiran bisa mempengaruhi afeksi yang melibatkan
kita dalam mengatur emosi kita.
2.5.1 Pengaruh Afek pada Kognisi
a.
Afeksi
mempengaruhi persepsi terhadap peristiwa
yang ambigu. Misal dalam suatu wawancara, dalam afeksi positif orang akan
memberikan nilai lebih tinggi
b.
Mood
positif membuat orang menjadi lebih kreatif.
c.
Afeksi
baik positif maupun negatif akan mempengaruhi memori.
1)
Mood-dependent
memory (Suasana
hati)
Mood-dependent memory (Suasana
hati), yaitu apa yang kita ingat saat
berada dalam suasana hati tertentu, sebagian besar ditentukan oleh apa yang
kita pelajari sebelumnya ketika kita berada dalam suasana hati tersebut.
2)
Mood-congruence
effects (Efek
kesesuaian suasana hati)
3)
Mood-congruence
effects (Efek
kesesuaian suasana hati)
Mood-congruence effects (Efek
kesesuaian suasana hati), yaitu
kecenderungan untuk menyimpan atau mengingat informasi positif ketika berada
dalam suasana hati positif dan informasi negattif ketika berada dalam suasana
hati yang negative.
2.5.2 Efek Suasana Hati terhadap Kognisi
1)
Penelitian
Alice Isen (1970): Partisipan (guru) yang diberitahu bahwa mereka mengerjakan tugas
dengan sangat baik (mood positif) menunjukkan perilaku menolong lebih tinggi
(memberi sumbangan) daripada partisipan yang
diberitahu bahwa mereka mengerjakan tugas dengan
sangat buruk.
2)
Baron
(1997a) baru harum di pusat perbelanjaan meningkatkan kesediaan untuk membantu
orang yang tidak dikenal.
2.5.3 Pengaruh
Kogintif terhadap
Afeksi
a.
Reaksi internal
(perasaan) yang bersifat meragukan perlu dilengkapi dengan mencari informasi
eksternal.
b.
Orang itu
memiliki skema yang akan mempengaruhi afeksi kita. Apa yang ada dalam pikiran
kita mempengaruhi perasaan kita.
c.
Interpretasi dan
penilaian terhadap suatu kejadian akan menentukan perasaan kita. Misal:
laki-laki ditabrak perempuan cantik, akan berbeda jika yang menabrak sama-sama
laki-laki.
d.
Karena kita
memiliki harapan tertentu. Misal membeli tiket, mencari daftar nama penumpang
di sebelahnya, ada nama menarik timbul perasaan senang
e.
Karena faktor
situasi. Ada situasi tertentu yang dapat menekan pikiran tertentu sehingga
seseorang mempunyai perasaan tertentu pula. Misal dalam situasi berkabung.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kognisi sosial adalah studi tentang bagaimana orang menarik kesimpulan
atau inferensi dari informasi sosial yang ada di lingkungan. Riset tentang
kognisi sosial membahas tentang bagaimana orang membuat penilaian sosial
tentang individu atau kelompok sosial lain tentang peran sosial, dan tentang
pengalaman mereka sendiri dalam setting sosial.Menurut Baron dan Byrne,
kognisi sosial adalah tata cara kita dalam menginterpretasi, menganalisa,
mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial.Dalam menganalisa
peristiwa, terdapat tiga proses yaitu.Attention, Enconding, Retrieval.
Terdapat beberapa bahasan dalam Kognisi Sosial, diantaranya yakni, Skema,
Heuristik dan pemrosesan otomatis, kesalahan-kesalahan dalam Kognisi sosial,
serta afek dan kognisi.
DAFTAR PUSTAKA
Taylor, Shelley E. Letitia Anne Peplau dan
David O Sears.2009. Psikologi sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Luthfi,Ikhwan. Gazi Saloom dan Hamdan Yasun.
2009.Psikologi Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Dayakisni, Tri dan Hunadiah.Psikologi
Sosial. 2009. Malang: UMM Press.
https://www.slideshare.net/potpotyazamhuri/kognisi-sosial-dalam-psikologi-sosialdiakses pada 11 Oktober 2019 pukul 21.05
http://sumberilmupsikologi.blogspot.com/2015/08/kognisi-sosial-berfikir-tentang-dunia_2.htmldiakses pada 11 Oktober pukul 21.43
https://dosenpsikologi.com/contoh-heuristik-dalam-psikologi diakses pada 12 Oktober pukul 09.22
Langganan:
Postingan (Atom)