Selasa, 22 Oktober 2019

TEORI PSIKOANALISIS MENURUT SIGMUND FREUD

 Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious).Topografi atau peta kesadaran ini dipakai untuk mendiskripsi unsur cermati (awareness)dalan setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur kesadaran itu. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego, dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi atau tujuannya.

a)   Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja Bari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan dan ingatan) yang masuk kekesadaran (consciousness). Isi kesadaran itu hanya bertahan dalam waktu yang singkat di daerah conscious, dan segera tertekan kedaerah perconscious atau unconscious, begitu orang memindah perhatiannya ke weyang lain.

b)   Prasadar (Preconscious)
Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan clanunconscious. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar. Materi taksadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.

c)    Tak Sadar (Unconscious)
Tak sadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah taksadar.

Freud berpendapat bahwa dalam perkembangan manusia terdapat dua hal pokok yaitu: (1) bahwa tahun-tahun awal kehidupan memegang peranan penting bagi pembentukan kepribadian; dan (2) bahwa perkembangan manusia meliputi tahap-tahap psikoseksual:

a)    Tahap oral ( sejak lahir hingga 1 tahun )

Tahap oral ini berlangsung pada saat bayi sama sekali tergantung pada ibunya untuk memdapatkan makanan, pada saat dibuai, dirawat dan dilindungi dari perasaan yang tidak menyenangkan, maka timbul perasaan-perasaan tergantung pada masa ini. Frued berpendapat bahwa simtom ketergantungan yang paling ekstrem adalah keinginan kembali ke dalam rahim.

b)   Tahap anal (  usia 1-3 tahun )
Pada umur dua tahun anak mendapatkan pengalaman pertama yang menentukan tentang pengaturan atas suatu impuls instingtual oleh pihak luar. Pembiasaan akan kebersihan ini dapat mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap pembentukan sifat-sifat dan nilai-nilai khusus.  Sifat-sifat kepribadian lain yang tak terbilang jumlahnya konon sumber akarnya terbentuk dalam tahap anal.

c)    Tahap phalik ( usia 3-5 tahun)
Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi pusat dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya organ-organ genetikal. Freud mengasumsikan bahwa setiap orang secara inheren adalah biseksual, setiap jenis tertarik pada anggota sejenis maupun pada anggota lawan jenis. Asumsi tentang biseksualitas ini disokong oleh penelitian terhadap kelenjar-kelenjar endokrin yang secara agak konklusif menunjukkan bahwa baik hormon seks perempuan terdapat pada masing-masing jenis. Timbul dan berkembangnya kompleks Oedipus dan kompleks kastrasi merupakan peristiwa-peristiwa pokok selama masa phalik dan meninggalkan serangkaian bekas dalam kepribadian.


d)   Tahap laten ( usia 5 – awal pubertas)
Masa ini adlah periode tertahannya dorongan-dorongan seks agresif. Selama masa ini anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi ( seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan lainya). Tahapan latensi ini antara usia 6-12 tahun (masa sekolah dasar).

e)    Tahap genital/kelamin ( masa remaja)
Selama masa adolesen, sebagian dari cinta diri atau narsisisme ini disalurkan ke pilihan-pilihan objek yang sebenarnya. Kateksis-kateksis pada tahap-tahap oral, anal, dan phalik lebur dan di sistensiskan dengan impuls-impuls genital. Fungsi biologis pokok dari tahap genital tujuan ini dengan memberikan stabilitas dan keamanan sampai batas tertentu.

Sabtu, 19 Oktober 2019

Ruang Lingkup Psikologi Kepribadian Islam

    Psikologi kepribadian merupakan ilmu yang mempelajari upaya sistematis di dalam mengungkapkan serta menjelaskan pola-pola teratur yang berada di dalam pikiran, perilaku, dan perasaan nyata dari manusia yang dapat mempengaruhi kehidupannya. Tujuan dari adanya upaya ini adalah untuk menciptakan 3 konsep sederhana di dalam ilmu psikologi dengan mengungkap karateristik, jenis-jenis kepribadian dan alasan perilaku manusia di dalam teori psikologi perkembangan

    Psikologi kepribadian merupakan bidang studi psikologi yang mana mempelajari mengenai tingkah laku manusia di dalam menyesuaikan dirinya sendiri kepada lingkungan tempat tinggalnya. Pskologi kepribadian memiliki interaksi dengan psikologi perkembangan dan sosial. Hal tersebut dikarenakan kepribadian dalam diri seseorang akan mengalami perkembangan yang mana dimulai dari psikologi perkembangan anak dinihingga perkembangnnya tersebut dipengaruhi hubungan sosialnya dengan lingkungan sekitarnya.

    Teori psikologi perkembangan merupakan bidang psikologi yang mempelajari mengenai perkembangan manusia serta faktor-faktor yang membentuk tingkah laku dari manusia tersebut. Dari manusia tersebut lahir hingga tua nantinya. Bidang psikologi perkembangan tersebut memiliki kaitan yang erat dengan ilmu psikologi sosial. Hal ini dikaitkan dengan tingkah laku dari manusia tersebut. Dalam ilmu psikologi sosial, terbagi menjadi 3 ruang lingkup di dalamnya, antara lain adalah:


  • Di dalam ilmu psikologi sosial, mempelajari mengenai studi pengaruh sosial pada proses dari setiap individu. Semisal persepsi, motivasi, dan sifat.
  • Di dalam ilmu psikologi sosial, mempelajari mengenai proses individual bersama, semisal studi bahasa, konduite meniru, sikap sosial.
  • Mempelajari mengenai hubungan yang terjadi dalam kelompok, semisal kepemimpinan, komunikasi, kerja sama, dan persaingan.
    Psikologi kepribadian akan sangat erat kaitannya dengan ilmu psikologi kejiwaan. Kepribadian ini merupakan cerminan dari jiwa seseorang. Kepribadian lah yang nantinya dibawa oleh individu ke dalam ruang lingkup sosialnya. Seseorang dapat mengenal kepribadian di dalam dirinya dengan cara beradaptasi dengan orang lainnya. Dari sanalah orang lain bisa menilai seperti orang lain di sekitarnya.

Konsep Psikologi Kepribadian

Secara sederhana, konsep psikologi kepribadian dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini:

1, Karakteristik Manusia
Psikologi kepribadian mengungkapkan karakteristik manusia dengan cara melakukan pencatatan mengenai karakter manusia serta mencari tahu tentang hubungan antara karakter satu dengan yang lainnya. Pemahaman mengenai perbedaan karakter-karakter pada manusia ini lah yang merupakan hasil dari penelitian yang mana memetakan tentang perbedaan karakter didalam diri manusia satu dengan yang lainnya.
2. Penentu Kepribadian
Psikologi kepribadian akan mencari tahu lebih lanjut mengenai penentu kepribadian manusia. Kajian di dalamnya adalah dengan cara melihat dari latar belakang keluarga, pendidikan, sosial, agama, dan hal lainnya. Kepribadian manusia akan sangat tergantung dari kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya. Meskipun terkadang faktor bawaan dari lahir tidak dapat dihilangkan namun kemudian kepribadian tersebut akan dikembangkan sesuai dengan kondisi dari lingkungan tempat tinggalnya.
3. Alasan Perilaku Manusia
Psikologi kepribadian merupakan sebagia darn kajian ilmu psikologi khusus yang mana batasan dari kajiannya memang difokuskan pada individu. Sehingga konsep mengenai perilaku akan mengkaji dari alasan-alasan yang memicu perilaku dari manusia tersebut. Perilaku tersebut bisa saja unik dan berbeda ataupun memiliki kesamaan perilaku dengan manusia lainnya.
Ketiga konsep kepribadian diatas ditujukan untuk mengungkap hal-hal yang mana menjadi penyebab seseorang manusia dapa bertingkah, berpikir, serta merasakan sesuatu. Melalui konsep tersebut nantinya manusia dapat mampu menjawa pertanyaan mengenai siapa dirinya, apa yang diinginkannya, serta apa yang harus dilakukannya. Bahkan lebih jauh lagi, seorang manusia memiliki kemampuan dalam memberikan penilaian mengenai manusia laiinya melalui cara berbicara, , bertindak, serta cara berpikirnya.

Teori Psikologi Kepribadian

Berikut ini adalah beberapa teori yang menyangkut psikologi kepribadian, antara lain:
1. Tahapan Pengembangan Kognitif
Teori Jean Piaget ini menjelaskan mengenai perkembangan kognitif. Hal ini memang paling sering dikutip dalam ilmu psikologi, meskipun sudha menjadi subjek kritik yang cukup. Banyak asepk teori yang tidak teruji dengan waktu, namun inti dari teori tersebut tetap menjadi yang penting saat ini. Mempelajari teori ini akan membuat anda memahami mengenai terobosan dan kontribusi penting yang digunakan dalam pengembangan kepribadian.
2. Tahapan Pembangunan Psikoseksual
Tak hanya menjadi yang terbaik dalam pengembangan kepribadian, Sigmund Freud juga menjadi yang paling kontroversial dalam psikologi kepribadian. Tahapan teori ini terkenal akan teori perkembangan psikoseksual. Freud menjelaskan jika kepribadian berkembang bertahap berkaitan dengan zona zona erotis tertenty. Kegagalan dalam menyelesaikan tahapan ini akan menyebabkan masalah dalam kepribadian seseorang di masa yang akan datang.
3. Struktural Model Kepribadian
Konsepan ini mengenai id, ego, superego yang memang sudah populer dalam ilmu psikologi kepribadian. Meskipun kurang dukungan serta skeptisismen yang besar dari kebanyakan peneliti. Menurut Freud, ada 3 unsur mengenai kepribadian yaitu id, ego, superego yang mana bekerja sama dalam menciptakan perilaku manusia kompleks.
4. Tahapan Pembangunan Psikososial
Teori psikososial erikson ini menjelaskan mengenai 8 tahapan mengenai perkembangan manusia. Erikson lebih memfokuskan dalam menjelaskan mengenai pentingnya hubungan sosial di dalam pengembangan kepribadian.
5. Tahapan Pembangunan Moral
Teori ini memiliki fokus pada pertumbuhan pemikiran moral. Bangunan dalam proses 2 tahap yang diusulkan Piaget sebelumnya kemudian diperluas oleh Kohlberg dengan meliputi 6 tahapan yang berbeda. Namun teori ini telah banyak dikitrik dikarenakan adanya alasan-alasan yang berbeda, termasuk kmungkinan jika Kohlberg tidak mengakomodasi pad ajenis kelamin berbeda serta budaya yang sama.
Nah itu tadi penjelasan mengenai psikologi kepribadian dan ruang lingkup di dalamnya. Dengan adanya ilmu psikologi kepribadian, tentu saja akan mempermudah orang untuk bisa mempelajari karakteristik dirinya sendiri maupun orang lain di dalamnya.


Ruang Lingkp pembahasan psikologi kepriadian islam

Psikologi kepribadian sebagai bagian dari teori kepribadanmemiliki dimensi-dimensikhusus yang merupakan ruang lingkup pembahasannya. Sebelum membahas dimensi-dimensi psikologi kepribadian, terlebih dahulu dikemkakan dimensi-dimensi teori kepribadian, guna mengetahui perbandingan-perbandingan yang diinginkan. Pervin (1980) menyatakan bahwa suatua teori kepribadian dianggap sempurna apabila memiliki 5 dimensi pokok, yaitu:
1.     1.  Struktur kepribadan.
2.      2. Proses dan motivasi kepribadian.
3.      3. Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
4.      4. Psikopatologi
5.      5. Dan psikoterapi

Ruang lingkup teori kepribadian di atas sebenernya belum mencerminkan kesempurnaan suatu teori kepribadian. Hal itu di sebabkan masih adanya dimensi lain belum terungkap. Dimensi lain yang belum terungkap adalahh “kesehatan mental” konstruksi teori psikopatologi. Teori kesehatan mental beranjak dari asumsi dan konsep manusia sehat,sadar dan tangggung jawab atas perbuatanynya, dan objek kajiannya di fokuskan pada sosok manusia yang tidak di kondisikan dalam suatu laboratorium. Sedangkan psikopatologi beranjak dari asumsi dan konsep manusia sakit, lumpuh, dan kerdil serta objek kajiannya difokuskan pada sosok manusia yang di kondisikan pada sebuah labotorium. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila teori kepribadian dewasa ini hanya memiliki teori manusia sakit dan tidak memiliki manusia sehat. Berdasarkan kerangka ini maka dimensi kesehatan mental harus disendirikan sebagai bagian dari dimensi teori kepribadian.

            Dimensi lain yang akhir-akhir ini yang sering dimasalahkan adalah dimensi nilai-nilai tertentu yg menjadi acuan hidup kepribadian individu, atau lebih simplenya disebut dengan dimensi “agama”, sebab agama merupakan kristalisasi nilai yg abadi dan suci. Kerangka dasar memasukan dimensi ini adalah setiap individu tidak luput dari terikatan dengan nilai-nilai tertentu. Nilaii disinih boleh jadi berupa nilai spiritual agama (ilahiyah) ataupun nilai-nilai kemanusiaan (insamiyah). Atau dalam terminologi from disebut dengan agama autoriti dan agama humaniti. Apabila sosok individu tidak luput dari nilai-nilai tersebut lalu mengapa teori kepribadian berusaha melepaskanya? Bukankah hal itu akan menjadikan pendangkalan teorinya?

Ide seperti ini bukanlah bermaksud merubah atau menyalahin pembakuan makna kepribadian sebenarnya. Makna kepribadian tetap di bedakan dengan makna karakter. Kepribadian merupakan karakter dievaluasi, sedangkan karakter merupakan kepribadian yang dievaluasi. Jadi maksud dari memasukkan dimensi ini adalah penggambaran nila-nilai yang di anut oleh individu. Penggambaran ini meliputi ketegorisasi nilai, penentuan standar nilai, penentuan nilai mana yang lebih dominan mempengaruhi dan memotivasi kepribadian, dan bila memungkinkan melakukan penilaian terhadap kepribadian tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut maka dimensi-dimensi teori kepribadian yang sempurna adalah mencangkup 7 macam, yaitu:
1.      Struktur kepribadan.
2.      Proses dan motivasi kepribadian.
3.      Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
4.      Kesehatan dan mental
5.      Psikopatologi
6.      Dan psikoterapi
7.      Nilai-nilai yang mempribadikan dalam kepribadian individu. Ketujuh dimensi di atas berkemabang menjadi beberapa cabang psikologi. Masing-masing cabang yang dimaksud berkependudukan sebagai  bagian dari teori kepribadian dan bukan bagian dari psikologi.

Struktur kepribadian dan proses serta motivasi kepribadian di kembangkan oleh psikologi umum dan psikologi kepribadian: pertumbuhan dan perkembangan dikembangkan dalam psikologi perkembangan,kesehatan mental, psikopatologi, dan psikoterapi di kembangkan dalam ilmu kesehatan mental; dan tentang nilai mempengaruhi kepribadian individu dikembangkan oleh psikologi agama. Oleh sebab itu sangat tepat apabila karya ini memfokuskan penelitianya pada psikologi kepribadian, sebab pembahasan struktur kepribadian (dalam teori kepribadian) merupakan wewenang dari psikologi kepribadian.

Versi lain kartini kartono menjelaskan bahwa sistem kepribadian memiliki 5 unsur pokok yaitu Vitalitas,Tempramen,Karakter,Bakat dan,Sifat-sifat laten[1]. Vitalitas (vitality) adalah sifat kehidupan atau sifat untuk sangggup bertahan hidup; tenaga energi; kekuatan untuk bertahan dan daya tahan.[2] Iya merupakan daya pendorong dari kehidupan, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Vitalitas ini merupakan daya hidup atau daya rentan hidup. Vitalitas pisik sangat tergantung dengan konstitusi pisik, seperti susunan sel, fungsi kelenjar,alat pencernaan,susunan syarat sentral, dan sebagiannya yang dapat ditampilkan dengan tanda-tanda fisiologis pembawaan dan karakteristik  yang kurang lebih konstan sifatnya. Sedangkan vitalitas psikis merupakan daya hidup yang bersifat psikis yang belum terarah secara intensionil dan merupakan tenaga pendorong dari keseluruhan kegiatan psikis manusia.

Temperamen temperament adalah disposisi reaksi seseorang.[3] Ia jga konstitusi  psikis atau akunya psikis yang erat kaitannya dengan konstitusi pisik yang di bawah semenjak lahir, sehingga heriditas sifatnya. Misalnya tempramen sanguinikus yang mempuai sifat dominan darah, sehingga menimbulkan sifat gembira, suka berubah. Temprament flekmatikus yang mempunyai sifat dominan lendir sehingga menimbulkan sifat tenang, tidak suka bergerak. Tempramen kholerikus yang mempunyai sifat dominan empedu kuning sehingga mempunyai sifat lekas marah dan mudah tersinggung. Dan tempramen melankholikus yang mempunyai sifat dominan empedu hitam sehingga menimbulkan sifat psimistik dan suka bersedih hati.



[1]  Kartini Karto, op.cit., h.h 5-6
[2]  J.P Chaplin, op.cit., h 533
[3]  Ibid., h.503

Selasa, 01 Oktober 2019

MAKALAH KOGNISI SOSIAL

KOGNISI SOSIAL
TugasIniDisusunUntukMemenuhiSyarat Salah Satu Mata KuliahPsikologiSosial




DisusunOleh :

- Afrian Arry Nagoro

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
2019



KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa selalu dihaturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia maupun di akhirat kepada umat manusia.
Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepadaIbu Erna Multahada, S.HI., S.Psi., M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Sosial yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini, serta berbagai pihak dan sumber yang telah membantu.
Kami sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat, maupun isi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami selaku penyusun makalah menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat bagi orang banyak.
Wassalammualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Ciputat, Oktoberr 2019


                                                                                                           
                                                                                               Penyusun
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………….…………………………….……
KATA PENGANTAR ……...……….……...……..………………………………………………1
DAFTAR ISI ………………………………...…………………………...…………………….. ..2
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ……………………….………………..……..………………...…………3
1.2  Rumusan Masalah ……………………………………...…………………...………….3
1.3  Tujuan Makalah…………………………………………………….……………………..3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 . Pengertian Kognisi…………………...…………………………………………………....4
2.2.Skema…..….…………………..………………………………………………….…..........2.2.1 Pengertian Skema……………………………………………………………………5
2.2.2 Jenis-jenis Skema……………………………………………………………………5
2.2.3 Pengaruh Skema terhadap Kognisi Sosial…….……………………………………..6
2.2.4Efek Skema………………………………………………………………………….7
2.3  Heuristik dan Pemrosesan Otomatis……………………………………………………...…
2.3.1 Pengertian Heuristik…………………………………………………………………7
2.3.2 Macam-macam Heuristik……………………………………………………………8
2.4  Kesalahan-kesalahan dalam Kognisi Sosial.........................................................................8
2.5  Afek dan Kognisi Sosial…………………………………………………………………….
2.5.1 Pengaruh Afek pada Kognisi……………………………………………………….12
2.5.2 Efek Suasana Hati terhadap Kognisi………………………………………………..12
2.5.3 Pengaruh Kogintif terhadap Afeksi………………………………………………...13
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ………….…………………………...………………………………........15


BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Berpikir tentang orang lain dan dunia sosial secara umum merupakan salah satu tugas besar di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Kita seringkali ingen memahami orang lain dengan mengenali sifat-sifat utamanya, memahami motif-motif besarnya, dan merasakan perasaannya. Pada saat yang sama, kita juga memanfaatkan banyak waktu untuk memikirkan diri kita, mencoba menyelami watak perasaan, sifat atau motif kita, dan membandingkan keadaan diri kita yang sekarang dengan versi lain yang kita bayangkan. Kita terlibat oleh pemikiran semacam itu karena banyak alasan. Kita memikirkan orang lain karena kita harus mengambil beberapa keputusan tentang mereka, apakah kita harus menyukai atau bahkan membenci mereka, apakah mereka dapat mengertajan tugas dengan baik atau tidak, mereka mengatakan kebenaran atau kebohongan, apakah mereka cocok untuk peran atau tugas tertentu atau tidak, dan apakah mereka memiliki karakter yang baik atau bahkan buruk. Dan jawaban-jawaban yang membangkitkan kita untuk tau lebih jauh tentang hal itu akan kita dapatkan dalam suatu bidang penting dalam kajian psikologi sosial yang dikenal dengan istilah kognisi atau pikiran sosial.
1.2        Rumusan Masalah

1.            Apa yang dimaksud dengan kognisi sosial?
2.            Apa yang dimaksud dengan skema, skema sebagai organizer kognitif, jenis-jenisnya, pengaruh skema dalam kognisi sosial, serta efek dari skema?
3.            Apa yang dimaksud dengan heuristic dan apa saja macam-macamnya?
4.            Apa saja yang termasuk ke dalam kesalahan-kesalahan dalam kognisi sosial?
5.            Bagaimana hubungan antara afek dan kognisi sosial?

1.3        Tujuan Makalah
Tujuan makalah ini untuk mengetahui tentang pembahasan salah satu bab dalam Psikologi Sosial, yakni Kognisi Sosial.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1        Pengertian Kognisi Sosial
Kognisi sosial adalah studi tentang bagaimana orang menarik kesimpulan atau inferensi dari informasi sosial yang ada di lingkungan. Riset tentang kognisi sosial membahas tentang bagaimana orang membuat penilaian sosial tentang individu atau kelompok sosial lain tentang peran sosial, dan tentang pengalaman mereka sendiri dalam setting sosial.[1]
Menurut Baron dan Byrne, kognisi sosial adalah tata cara kita dalam menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial. Adapun menurut Lackie, kognisi sosial adalah berpikir tentang kenyataan sosial. Dan menurut Gerris dkk, yang mengemukakan bahwa kognisi sosial berarti pengertian akan tingkah laku orang lain.
Dalam menganalisa peristiwa, terdapat tiga proses yaitu.
a.             Attention, proses pertama kali dimana individu memperhatikan gejala-gejala sosial yang ada di sekelilingnya.
b.            Enconding, memasukkan apa yang diperhatikan ke dalam memori dan menyimpannya.
c.             Retrieval, apabila kita menemukan gejala yang mirip, kita akan mengeluarkan ingatan kita dan membandingkan, apabila ternyata sama maka kita akan mengatakan sesuatu mengenai gejala tersebut atau mengeluarkannya disaat akan menceritakan peristiwa yang dialami.
Kognisi sosial merupakan suatu wilayah teori dan penelitian dalam bidang psikologi sosial yang memfokuskan pembahasannya pada mediasi kognitif fenomena psikologi sosial. Dalam kaitannya dengan itu, kognisi sosial berupaya memahami penilaian sosial dan perilaku sosial dengan meneliti gambaran dan proses mental yang berlangsung. Maka, berdasarkan definisi tersebut, kognisi sosial memiliki kaitan yang kuat dengan studi mengenai perhatian, persepsi, memori, dan wilayah kajian terkait dalam bidang psikologi kognitif, psikologi perkembangan, dan psikologi klinis.[2]
2.2        Skema
2.2.1 Pengertian Skema
Dalam kognisi sosial, dikeal istilah skema yang merupakan semacam kerangka atau gambaran yang membantu individu dalam mengorganisasikan informasi-informasi atau suatu fenomena yang diperhatikan individu. Skema berisi pengetahuan tentang konsep atau stimulus, relasi antar berbagai pengalaman tentang konsep itu, dan contoh-contoh spesifiknya (Fiske & Taylor, 1991).[3] Skema dibentuk oleh budaya dimana tempat kita tinggal, dan begitu terbentuk, skema dapat berpengaruh pada beberapa aspek kognisi sosial sehingga juga akan mempengaruhi perilaku sosial kita.
Skema dapat berupa skema tentang orang tertentu, peran sosial, atau diri sendiri, sikap terhadap objek tertentu, stereotip tentang kelompok tertentu, atau persepsi tentang kejadian umum. Skema dengan kejadian yang sangat umum dinamakan script (Abelson, 1976). Script adalah urutan standar dari suatu perilaku selama satu periode waktu tertentu. Contohnya, skema restoran. Kita juga bisa  membuatscript yang sama untuk sederetan peristiwa, seperti memandikan bayi, mengikuti ujian akhir, atau bahkan bermain basket. Esensi dari script adalah konteks waktunya, aliran kausalnya (satu kejadian menimpulkan kejadian yang lain), dan kesederhanaan dan koherensinya.
Skema dan script adalah penting karena orang mengandalkannya untuk menginterpretasikan lingkungan .setiap kali kita berhadapan dengan situasi baru, kita tidak coba memahaminya dari sudut pandang baru, tetapi kita mengandalkan pengetahuan yang telah kita punya. Dalam hal ini, skema membantu kita untuk memperoses informasi.
2.2.2 Jenis-jenis Skema
a.             Self Schemas
Self Schemas, berisi informasi tentang karakteristik yang dimiliki diri sendiri.Self schemasini menurut Nasby (1989) berfungsi (a) mengorganisasikan ingatan-ingatan yang abstrak dan konkrit tentang diri sendiri, (b) mengendalikan pemrosesan informasi yang relevan atau berkaitan dengan diri.
b.            Person Schemas
Person Schemas, berisikan informasi tentang tipikal orang, dan bermanfaat untuk mengkategorisasikan orang lain.
c.             Skema Peran (Role Schemas)
Skema Peran (Role Schemas),, yaitu skema yang berisi konsep tentang norma-norma dan perilaku yang cocok atau pantas bagi orang-orang tertentu dari berbagai kategori sosial atau posisi/status (missal, ras, gender, usia, pekerjaan, dan sebagainya).
d.            Skema Kejadian atau Naskah (Event Schemas or Scripts)
Skema Kejadian atau Naskah (Event Schemas or Scripts), berisi tentang tipe urutan kejadian atau situasi sosial (suatu pesta, pertandingan sepak bola, wawancara pekerjaan). Skema ini akan membantu kita dalam mengingat dan memahami beberapa kejadian (Brigham, 1991).[4]
2.2.3Pengaruh Skema terhadap Kognisi Sosial
Skema menimbulan efek yang kuat pada tiga proses dasar, yakni perhatian (attention), pengkodean (encoding), dan mengingat kembali (retrieval).
a.             Perhatian (attention)
Perhatian proses yang pertama kali terjadi, dimana individu  memperhatikan grjala-gejala sosial yang ada di sekelilingnya. Skema berperan sebagai penyaring, informasi yang konsisten dengan skema lebih diperhatikan lebih masuk ke kesadaran. Informasi yang tidak cocok dengan skema kita cenderung diabaikan,
b.            Pengkodean (encoding)
Pengkodean adalah informasi yang dimasukkan ke dalam ingatan kita, bahwa informasi yang menjadi fokus perhatian kita lebih mungkin untuk disimpan dalam ingatan jangka panjang. Informasi yang sesuai dengan skema kita yang akan dikodekan. Apabila terdapat informasi yang tidak sesuai dengan skema namun dianggap penting, maka akan dikodekan dalam ingatan yang lokasinya terpisah (dilebel unik).
c.             Mengingat kembali (retrieval)
Informasi yang paling konsisten adalah informasi yang konsisten dengan skema kita. Orang cenderung mengingat informasi dan menggunakan informasi yang konsisten dengan skema dibandingkan informasi yang tidak konsisten.
2.2.4 Efek Skema
a.             Skema memiliki efek bertahan (persevereanc effect)
Skema memiliki efek bertahan (persevereanc effect), yakni kecenderungan atas keyakinan dan skema untuk bertahan tidak berubah meskipun dihadapkan pada informasi yang bertolak belakang. Misalnya, stereotyping pada kelompok sosial tertentu. Contoh: orang-orang Sumatra keras dan kasar, padahal tidak semua orang-orang Sumatra seperti itu, tetapi tetap saja beranggapan demikian.
b.            Skema bisa memberi efek pemenuhan harapan diri (self-fulfilling prophecy)
Skema bisa memberi efek pemenuhan harapan diri (self-fulfilling prophecy),yakni bagaimana keyakinan membentuk realita. Ramalan yang membuat ramalah itu sendiri benar-benar terjadi. Contoh: penelitian Rosenthal dan Jacobson. Pada awalnya, guru diberitahu bahwa murid-muridnya memiliki IQ yang tinggi dan akan berkembang pesat secara akademik. Akhirnya guru memberi tugas-tugas yang lebih menantang, banyak memberikan umpan balik, guru bertindak dengan cara yang menguntungkan siswa, dan akhirnya siswa benar-benar menjadi seperti yang diharapkan.

2.3     Heuristik dan Pemrosesan Otomatis
2.3.1 Pengertian Heuristik
Heuristik  adalah aturan sederhana dalam membuat keputusan atau menyusun kesimpulan dalam waktu cepat dan tanpa usaha yang berarti. . Heuristik lebih pada sekedar kemudahan berpikir subjektif di mana informasi yang relevanlah yang langsung teringat.

2.3.2  Macam-macam Heuristik
Dalam dunia psikologi terdapat dua macam heuristic, yaitu:
a.             Ketersediaan (availability heuristic)
         Kecenderungan orang untuk mendasarkan penilaian mereka pada informasi yang sudah tersedia untuk mereka. Hal ini berarti, semakin mudah informasi ditangkap dan diingat, maka semakin besar pengaruhnya bagi seseorang untuk mengambil keputusan.
Contoh : Banyak orang merasa lebih takut tewas kecelakaan pesawat daripada kecelakaan di darat. Hal ini karena fakta bahwa kecelakaan pesawat jauh lebih dramatis dan menyedot lebih banyak perhatian media. Akibatnya, kecelakaan pesawat lebih mudah terpikir sehingga berpengaruh lebih kuat dalam penilaian individu.
b.            Keterwakilan (representative heuristic)
         Kecenderungan orang yang menilai suatu kejadian dengan mencocokkannya pada kejadian yang sebelumnya ada. Maka heuristic keterwakilan adalah sebuah strategi untuk membuat penilaian berdasarkan pada sejauh mana stimuli atau peristiwa tersebut mempunyai kemiripan dengan stimuli atau kategori yang lain. Dengan kata lain, kita menilai berdasarkan: semakin mirip seseorang dengan ciri-ciri khas orang-orang dari suatu kelompok, semakin mungkin ia merupakan bagian dari kelompok tersebut.
Contoh :Jika melihat seseorang berpenampilan rapi, menggunakan sorban, berbaju koko dan berbicara santun. Maka kita akan berpikiran bahwa individu tersebut adalah guru ngaji/ustad.

2.4        Kesalahan-kesalahan dalam Kognisi Sosial
a.             Bias Negativitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan informasi negative akan menonjol dalam ingatan kita dan karenanya debandingkan dengan informasi yang positif, satu informasi yang negative akan memberikan pengaruh yang lebih kuat. Hal inilah yang disebut sebagai bias negativitas (negativity bias) yaitu hal yang mengacu pada fakta bahwa kita menunjukkan sensitivitas yang lebih besar pada informasi negatif daripada informasi positif (Kunda, 1999 dalam Baron & Byrne, 2004:91). Sebagai contoh ketika sedang tertarik dengan seseorang, maka Anda memperoleh informasi bahwa orang tersebut menyenangkan, baik, pintar, ramah, sangat menarik secara fisik dan seterusnya. Namun ada satu informasi negatif yaitu bahwa dia sangat pemilih dalam berteman. Maka kemungkinan informasi inilah yang melekat dalam ingatan, membayangkan betapa orang tersebut sombong, hanya mau berteman dengan orang kaya, dan lain-lainnya. Mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini dapat dipahami dan perspektif evolusi bahwa kita memiliki sensitivitas terhadap perubahan di lingkungan sekitar kita yang dapat mengancam keselamatan atau kesejahteraan kita, sehingga kita memberikan respons yang cepat terhadap hal ini. Misalnya kemampuan mengenali ekspresi wajah orang lain, dimana kita cepat mendeteksi ekspresi wajah yang negative (misalnya yang menunjukkan kemarahan dan permusuhan) daripada ekspresi wajah yang positif (misalnya yang menunjukkan keramahan).
b.            Bias Optimistik (Optimistic Bias)
Bias optimistik adalah predisposisi kita untuk mengharapkan agar segala sesuatu berjalan dengan baik (Baron&Byrne, 2004:93). Sebagai contohnya kebanyakan orang percaya bahwa mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar dari orang lain untuk mengalami peristiwa yang positif dan kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami .peristiwa negatif. Misalnya kebanyakan orang percaya bahwa mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar dari orang lain untuk mendapatkan pekerjaan yang baik, memiliki keluarga yang bahagia, hidup hingga usia tua dan seterusnya. Di sisi lain terdapat hal yang disebut sebagai kesalahan perencanaan (planning fallacy) yaitu kecenderungan untuk membuat prediksi optimistik berkaitan dengan berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas, kecenderungan kita untuk percaya bahwa kita dapat melakukan lebih banyak hal atau pekerjaan, dalam satu periode waktu daripada yang sebenarnya bisa kita lakukan. Misalnya kita seringkali merasa dapat menyelesaikan tugas-tugas dan beberapa mata kuliah dalam waktu satu minggu, sehingga kita menunda penyelesaian tugas ketika waktunya masih lebih dari seminggu. Ternyata tugas-tugas tersebut tidak dapat selesai dalam waktu seminggu dan kita tidak mengantisipasi kalau misalnya buku-buku untuk penyelesaian tugas tidak bisa kita peroleh, komputer kita mengalami kerusakan, printer kita tidak berfungsi, dan seterusnya. Akibatnya tugas tidak terselesaikan dan kita memperoleh nilai yang kurang baik di mata kuliah tersebut.
c.             Pemikiran Konterfaktual (Counterfactual Thinking)
Pemikiran tentang apa yang akan terjadi seandainya-dikenal dalam psikologi sosial sebagai pemikiran konterfaktual (counterfactual thinking)- muncul dalam berbagai situasi, tidak hanya pada situasi yang mengecewakan. Pemikiran konterfaktual adalah kecenderungan untuk membayangkan hasil yang lain daripada yang sesungguhnya terjadi dalam suatu situasi- berpikir tentang "apa yang terjadi seandainya...". Misalnya kita sakit flu, padahal seharusnya ada banyak tugas yang hams kita kerjakan, ada acara reuni dengan teman, menonton sepakbola dengan teman-teman, dan seterusnya. Maka kita akan berpikir "seandainya tidak sakit flu maka saya bisa menyelesaikan seluruh tugas, menghadiri acara reuni yang menyenangkan dan menonton acara sepakbola yang sera bersama teman-teman". Kemudian karena pengalaman ini kita menjadi lebih menjaga kesehatan kita di kemudian hari dengan menjaga pola makan, beristirahat yang cukup, dan lain-lain supaya tidak gampang sakit.
Berpikir dengan meninjau kembali bisa melibatkan bayangan mengenai kemungkinan yang lebih baik (upward counterfactuals) atau kemungkinan yang lebih buruk (downward counterfactuals). Misalnya kita mengalami kecelakaan namun lukanya tidak terlalu parah meskipun mobil kita rusak berat. Maka kita membayangkan seandainya kita tidak beruntung, mungkin saja luka kita lebih parah atau terjadi hal terburuk lainnya.
d.            Pemikiran Magis (Magical Thinking)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai manusia kita cukup rentan terhadap pemikiran magis (magical thinking). Pemikiran seperti itu menimbulkan asumsi yang tidak berpegang pada rasionalitas namun terasa kuat pengaruhnya. Pemikiran magis adalah berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak berdasarkan alasan yang rasional, misalnya keyakinan bahwa sesuatu yang mirip satu sama lainnya berasal dan sumber yang sama (Rozin & Nemeroff, 1990 dalam Baron & Byrne, 2004:99-100). Salah satu prinsip dalam pemikiran magis adalah hukum penularan (law of contagion) yang menyatakan bahwa ketika dua obyek bersentuhan, masing-masing memberikan miliknya, dan pengaruh sentuhan tersebut terasa jauh lebih lama walaupun prosesnya telah lama berakhir.
e.             Menekan Pikiran (Thought Suppression)
Pada waktu tertentu, setiap orang pemah mencoba untuk menekan pikiran tertentu untuk mencegahnya masuk dalam kesadaran. Misalnya orang yang sedang diet mungkin mencoba menghindari berbagai pikiran tentang makanan lezat, orang yang sedang ingin berhenti merokok menghindari pikiran tentang kenikmatan merokok, dan sebagainya. Hal ini disebut sebagai menekan pikiran (thought suppression) yaitu usaha untuk mencegah pikiran tertentu memasuki alam kesadaran. Menurut Daniel Wegner (dalam Baron & Byrne, 2004:100-102) usaha-usaha untuk menyimpan pikiran tertentu di luar kesadaranmelibatkan dua komponen. Pertama adanya sebuah proses pemantauan yang otomatis mencari tanda-tanda adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang memaksa untuk muncul ke alam kesadarannya. Ketika proses tersebut terdeteksi oleh proses pertama, maka proses kedua yang menuntut lebih banyak usaha dan tidak seotomatis proses pertama (lebih terkontrol), mulai bekerja. Secara umum orang menekan pikiran guna mempengaruhi pikiran dan perilaku mereka sendiri. Contohnya, jika kita tidak ingin merasa marah, yang terbaik adalah tidak berpikir tentang peristiwa yang menyebabkan kita merasa marah kepada orang lain
2.5        Afek dan Kognisi Sosial
Bahwa perasaan membentuk atau mempengaruhi fikiran dan fikiran akan membentuk perasaan. Begitu pula dengan perasaan dan suasana hati, memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa aspek kognisi ataupun sebaliknya. Suasana hati saat ini dapat secara kuat mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang pertama kali kita temui. Contoh : ketika suasana hati sedang bergembira, dan berkenalan dengan orang lain, penilaian kita terhadap orang tersebut akan lebih baik dibanding ketika kita berkenalan dengan suasana hati yang sedang bersedih.
Kognisi juga dapat mempengaruhi afeksi. Seperti yang dijelaskan dalam teori dua fator (Schater : 1964) yang menjelaskan bahwa kita sering tidak mengetahui perasaan atau sikap kita sendiri. Sehingga kita menyimpulkannya dari lingkungan. Dari situasi dimana kita mengalami reaksi internal ini. Contoh: ketika kita mengalami perasaan tertentu atas kehadiran seseorang yang menarik, kita menyimpulkan bahwa kita sedang jatuh cinta. Selain itu, kognisi bisa mempengaruhi emosi melalui aktivitas skema yang di dalamnya terdapat komponen afektif yang kuat. Selain itu, fikiran bisa mempengaruhi afeksi yang melibatkan kita dalam mengatur emosi kita.
2.5.1 Pengaruh Afek pada Kognisi
a.             Afeksi mempengaruhi persepsi terhadap  peristiwa yang ambigu. Misal dalam suatu wawancara, dalam afeksi positif orang akan memberikan nilai lebih tinggi
b.            Mood positif membuat orang menjadi lebih kreatif.
c.             Afeksi baik positif maupun negatif akan mempengaruhi memori.
1)            Mood-dependent memory (Suasana hati)
Mood-dependent memory (Suasana hati), yaitu apa yang kita ingat saat berada dalam suasana hati tertentu, sebagian besar ditentukan oleh apa yang kita pelajari sebelumnya ketika kita berada dalam suasana hati tersebut.
2)            Mood-congruence effects (Efek kesesuaian suasana hati)
3)            Mood-congruence effects (Efek kesesuaian suasana hati)
Mood-congruence effects (Efek kesesuaian suasana hati), yaitu kecenderungan untuk menyimpan atau mengingat informasi positif ketika berada dalam suasana hati positif dan informasi negattif ketika berada dalam suasana hati yang negative.
2.5.2  Efek Suasana Hati terhadap Kognisi
1)            Penelitian Alice Isen (1970): Partisipan (guru) yang diberitahu bahwa mereka mengerjakan tugas dengan sangat baik (mood positif) menunjukkan perilaku menolong lebih tinggi (memberi sumbangan) daripada partisipan yang diberitahu bahwa mereka mengerjakan tugas dengan sangat buruk.
2)            Baron (1997a) baru harum di pusat perbelanjaan meningkatkan kesediaan untuk membantu orang yang tidak dikenal.
2.5.3 Pengaruh Kogintif terhadap Afeksi
a.             Reaksi internal (perasaan) yang bersifat meragukan perlu dilengkapi dengan mencari informasi eksternal.
b.            Orang itu memiliki skema yang akan mempengaruhi afeksi kita. Apa yang ada dalam pikiran kita mempengaruhi perasaan kita.
c.             Interpretasi dan penilaian terhadap suatu kejadian akan menentukan perasaan kita. Misal: laki-laki ditabrak perempuan cantik, akan berbeda jika yang menabrak sama-sama laki-laki.
d.            Karena kita memiliki harapan tertentu. Misal membeli tiket, mencari daftar nama penumpang di sebelahnya, ada nama menarik timbul perasaan senang
e.             Karena faktor situasi. Ada situasi tertentu yang dapat menekan pikiran tertentu sehingga seseorang mempunyai perasaan tertentu pula. Misal dalam situasi berkabung.



[1]Shelley E. Taylor,Letitia Anne Peplau, David O Sears,Psikologi sosial, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) hal. 89.
[2]Ikhwan luthfi, Gazi Saloom, Hamdan Yasun, Psikologi Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) hal. 22.
[3]Shelley E. Taylor, Letitia Anne Peplau, David O Sears, Op.cit., hlm
[4]Ibid, hal 33



BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Kognisi sosial adalah studi tentang bagaimana orang menarik kesimpulan atau inferensi dari informasi sosial yang ada di lingkungan. Riset tentang kognisi sosial membahas tentang bagaimana orang membuat penilaian sosial tentang individu atau kelompok sosial lain tentang peran sosial, dan tentang pengalaman mereka sendiri dalam setting sosial.Menurut Baron dan Byrne, kognisi sosial adalah tata cara kita dalam menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial.Dalam menganalisa peristiwa, terdapat tiga proses yaitu.Attention, Enconding, Retrieval. Terdapat beberapa bahasan dalam Kognisi Sosial, diantaranya yakni, Skema, Heuristik dan pemrosesan otomatis, kesalahan-kesalahan dalam Kognisi sosial, serta afek dan kognisi.













DAFTAR PUSTAKA
Taylor, Shelley E. Letitia Anne Peplau dan David O Sears.2009. Psikologi sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Luthfi,Ikhwan. Gazi Saloom dan Hamdan Yasun. 2009.Psikologi Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.
Dayakisni, Tri dan Hunadiah.Psikologi Sosial. 2009. Malang: UMM Press.